Oleh: Azhari
Musibah seolah-olah tidak pernah berhenti menimpa negeri ini, tsunami yang demikian dahsyatnya, gunung meletus, lumpur Lapindo, gempa, angin puting beliung, pesawat hilang/terbakar, kapal tenggelam, banjir dan entah apa lagi setelah ini. Musibah ini terjadi karena dua hal; 1) memang Allah swt berkehendak dan manusia tidak mempunyai daya apa-apa terhadapnya semisal tsunami dan gunung meletus, 2) akibat ulah tangan manusia semisal banjir, kecelakaan pesawat dan kapal laut.
Musibah yang datang bisa saja berupa ujian bagi orang yang beriman atau adzab bagi para pelaku maksiat. Sehingga saatnya kita melakukan renungan diri (muhasabah), apakah semua musibah yang datang itu berupa Ujian atau Adzab?
Apakah manusia mengira cukup mengatakan, “Kami telah beriman”, sedangkan mereka tidak diuji ? (Al-Ankabut 2).
Secara jujur kita bisa katakan bahwa begitu banyak kemaksiaatan yang terjadi di negeri ini, bahkan saking seringnya kita menganggap segala kemaksiaatan menjadi hal yang biasa. Secara pribadi betapa banyak orang yang meninggalkan kewajibannya untuk beribadah kepada Allah swt. Masyarakat kita begitu permisif terhadap segala jenis kemaksiaatan; korupsi, judi, minuman keras, khalwat dan membuka aurat. Tayangan TV yang penuh dengan adegan porno aksi, hedonisme dan syirik (mistik dan ramalan nasib). Penguasa tidak lagi amanah untuk mengurus rakyatnya, orang-orang miskin yang terlantar, harga-harga melambung, pengobatan mahal dan perundangan yang tidak sesuai dengan aturan Allah swt.
Sungguh aneh negeri ini, di kenal mempunyai kekayaan alam yang melimpah tetapi rakyatnya jauh dari kemakmuran, ada 39 juta (18%) orang miskin di negeri ini. Di kenal sebagai negeri agraris dengan tanah subur yang demikian luasnya tetapi banyak kasus busung lapar, beras mahal dan harus di impor, bahkan untuk membeli beras murah harus antri berjam-jam hingga jatuh pingsan. Rumah sakit begitu banyaknya, tetapi orang miskin tidak mampu berobat sehingga meninggal karena tidak tertangani.
Berbagai kasus kriminal merupakan hiasan berita sehari-hari tidak ada lagi ketenangan dan kedamaian. Sehingga tepat sekali al-Quran menggambarkan,
Dan Allah memberikan perumpamaan suatu penduduk negeri yang aman tenteram, rezekinya datang melimpah ruah dari segala tempat, tetapi mereka memungkiri nikmat Allah (tidak bersyukur), maka Allah menimpakan kepada mereka bahaya kelaparan dan ketakutan (akibat perbuatan mereka) (An-Nahl 112).
Jika penduduk negeri beriman dan taqwa sesungguhnya Kami bukakan keberkatan kepada mereka dari langit dan bumi. Tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami. Lalu Kami siksa mereka karena usaha (perbuatan) mereka (Al-A’raf 96).
Masih untung kita tidak ditenggelamkan seperti umat Nabi Nuh karena menyembah berhala, tidak dihancurkan dengan angin kencang (topan) seperti umat Nabi Hud (kaum Aad) karena tidak mau bersyukur kepada Allah swt, tidak dimusnahkan dengan batu seperti umat Nabi Luth karena melakukan homoseksual, tidak dibinasakan seperti umat Nabi Syuaib dengan petir dan gempa karena melakukan kecurangan dalam berdagang. Bagaimana dengan negeri ini, bukankah kemaksiaatan yang sama terjadi saat ini?, hanya karena kasih sayang Allah swt saja umat ini tidak dibinasakan.
Seharusnya kita bersyukur atas segala kasih sayang dan nikmat Allah swt, dan wujud rasa syukur dengan kembali pada-Nya. Bertaubat sungguh-sungguh pada-Nya dan menjalankan kehidupan berdasarkan aturan-Nya. Jika tidak, maka Allah swt tidak akan menurunkan berkah-Nya sehingga kehidupan menjadi sempit, tidak ada ketenangan dan kedamaian.
Wallahua’lam
0 comments:
Post a Comment