Oleh: Azhari
Dalam kitab “Ensiklopedia Sahih Hadits Qudsi”, karangan Muhammad Nashiruddin Al-Albani, diuraikan (syarah) beberapa hadis yang sangat bermanfaat.
Wahai anak cucu Adam, selama kalian beribadah kepada-Ku dan mengharap (ampunan) dari-Ku, serta kalian tidak mepersekutukan-Ku dengan suatu apapun, niscaya akan Ku ampuni apa saja yang berasal dari kalian. Dan jika kalian datang kepada-Ku dengan membawa dosa dan kesalahan sepenuh langit dan bumi, niscaya Ku sambut kalian dengan ampunan sebanyak itu pula. Dan Ku ampuni (dosa) bagi kalian serta Aku tidak peduli (HR. Thabrani)
Ayat yang terkait dengan hadis diatas:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa selain dari syirik (An-Nisa’ 48).
Dari hadis diatas ada beberapa syarat Allah swt mengampuni dosa hamba; 1) Selalu beribadah kepada Allah, 2) Selain dosa syirik, dan 3) Minta ampun kepada Allah swt. Dalam penjelasan lain syarat taubat nasuha; minta ampun atas perbuatan dosa, menyesali perbuatan tersebut dan tidak akan mengulangi lagi.
Pintu taubat tertutup ketika seseorang sekarat dan ruhnya sudah sampai ke tenggorokan, dalam istilah lain disebut nazak yakni disaat seseorang sedang menghadapi sakratul maut.
Jadi jangan pernah berputus asa atas ampunan (maghfirah) Allah swt, jangan pula berburuk sangka (su’uzon) kepada Allah swt untuk tidak memberi ampunan atas dosa-dosa kita.
Allah swt akan memberikan ampunan meskipun dosa kita memenuhi langit dan bumi, bukan berarti hadis diatas dimaknai boleh melakukan dosa sepuasnya bukankah nanti Allah swt tetap akan mengampuni. Tetapi hadis diatas bertujuan agar manusia yang bergelimang dosa tidak putus asa berharap ampunan dan rahmat Allah swt.
Oleh: Azhari
Dalam kitab “Ensiklopedia Sahih Hadits Qudsi”, karangan Muhammad Nashiruddin Al-Albani, diuraikan (syarah) beberapa hadis yang sangat bermanfaat.
Sesungguhnya Allah menguji hamba-Nya dengan apa yang Allah bagikan kepadanya, niscaya ia diberi berkah dan diperlukannya. Sebaliknya bila ia tidak ridha, niscaya Dia tidak (sudi) memberi berkah kepadanya dan tidak (mau) menambah atas apa yang telah dia tentukan untuknya (HR. Ahmad dan Baihaqi).
Sesungguhnya Allah swt memberikan ujian kepada setiap manusia, baik berupa kebahagian atau musibah, baik berupa kekayaan atau kemiskinan. Jika ia ridha atas semua ketetapan Allah swt maka Allah swt berikan berkah atas hartanya, sebaliknya jika ia tidak ridha maka tidak ada berkah dan Allah swt tidak akan menambah nikmatnya.
Orang yang tidak ridha atas rezekinya seakan-akan ia marah kepada Allah swt karena tidak memberikan rezeki sesuai yang diharapkannya.
Kadang manusia menganggap remeh pemberian Allah swt kepada dirinya dan memandang orang lain mendapat rezeki lebih banyak dari dirinya. Kemudian ia mati-matian mencari rezeki siang malam agar bisa menyamai kekayaan orang lain.
Umur dan fisiknya habis ditelan untuk memenuhi ambisi memperkaya diri. Hidupnya gelisah karena keinginannya tidak tercapai. Wajahnya lelah karena memikirkan kegagalannya yang dialaminya. Sementara catatan dosanya semakin bertambah karena ia menghalalkan segala cara untuk memperoleh rezeki, sementara amal ibadahnya sangat sedikit karena waktunya habis untuk mencari kehidupan dunia.
Padahal ia tidak akan memperolah apapun selain apa yang telah Allah swt tetapkan untuk dirinya. Akhirnya ia meninggal dalam keadaan bangkrut karena tidak bersyukur atas nikmat Allah swt serta tidak memperoleh apa yang diinginkannya.
Oleh: Azhari
Dalam kitab “Ensiklopedia Sahih Hadits Qudsi”, karangan Muhammad Nashiruddin Al-Albani, diuraikan (syarah) beberapa hadis yang sangat bermanfaat.
Seorang mukmin jika berbuat satu dosa, maka ternodalah hatinya dengan senoktah warna hitam. Jika dia bertaubat dan beristighfar, hatinya akan kembali putih bersih. Jika ditambah dengan dosa lain, noktah itupun bertambah hingga menutupi hatinya. Itulah karat yang disebut-sebut Allah dalam ayat; ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka’ (Al-Muthaffifin 14) (HR At-Tirmidzi).
Jika manusia berbuat maksiat maka hatinya ternoda hitam, jika dia bertaubat maka noda hitamnya hilang dan hatinya menjadi bersih. Untuk itulah kita dianjurkan untuk segara bertaubat setiap melakukan kemaksiaatan. Noda hitam yang dimaksud tidak terlihat secara dzahir namun tersembunyi secara batin.
Jika kemaksiaatan tidak diikuti dengan taubat (istighfar) maka noda hitam tidak hilang, jika kemaksiaatan dilakukan berulang-ulang maka noda hitamnya makin banyak.
Jika hati telah ditutupi oleh noda hitam maka sangat sulit menerima kebenaran, ketika berbuat maksiat tidak ada lagi merasa bersalah. Akibatnya, hati menjadi keras dan tidak ada lagi rasa takut kepada Allah swt, merasa bebas untuk melanggar aturan Allah swt (meninggalkan kewajiban dan melakukan larangan Allah swt), dia akan berbuat sesuka hatinya sendiri.
Berbeda halnya dengan orang yang hatinya bersih, selalu merasa was-was setiap melakukan kemaksiaatan sehingga dia segera bertaubat.
Oleh: Azhari
Dalam kitab “Ensiklopedia Sahih Hadits Qudsi”, karangan Muhammad Nashiruddin Al-Albani, diuraikan (syarah) beberapa hadis yang sangat bermanfaat.
Berfikirlah kalian tentang nikmat Allah, dan janganlah kalian memikirkan tentang (dzat) Allah (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Manusia dianjurkan untuk berfikir (tafakkur) atas segala nikmat Allah swt, tetapi jangan memikirkan tentang dzat Allah karena akal manusia tidak akan pernah bisa menjangkaunya.
Semakin manusia tafakkur atas semua ciptaan Allah swt maka merasa sebagai makhluk yang lemah dan makin yakin keagungan Allah swt, sehingga makin takut dan ta’at beribadah kepada-nya.
Wafiianfusikum afalaa tubshiruun; Dan pada dirimu sendiri, maka apakah kamu tidak memperhatikan? (Adz-Dzariyat 21). Dalam kitab “Ibnul Qayyim berbicara tentang manusia dan semesta”, karangan Anas Abdul Hamid al-Quz, digambarkan betapa sempurnanya fungsi jantung.
Jantung manusia seberat 312 gram (sekepalan tangan), berdenyut 60-80 kali permenit atau 40 juta kali setahun. Untuk memompakan darah keseluruh tubuh manusia melalui aliran darah sepanjang 150 km.
Jika jantung berdenyut lambat maka otak kekurangan oksigen dan menjadi rusak. Lantas Siapakah yang mengatur demikian sempurnanya kinerja jantung, secara teratur berdenyut 60—80 kali permenit sehingga seluruh jaringan tubuh tidak kekurangan makanan dan oksigen yang dibawa oleh darah?
Belum lagi pengaturan miliaran planet-planet di galaksi, sedikit saja kekeliruan bisa saling berbenturan dan dahsyat akibatnya. Siapakah yang membuat segala keteraturan itu?
Dengan melihat kesempurnaan dan keteraturan sistem kehidupan maka makin yakin keberadaan Allah swt. Berbeda halnya dengan ciptaan manusia, banyak kekurangan pada alat ciptaannya.
Oleh: Azhari
Dalam kitab “Al-Atqiya Al-Akhfiya” karangan Syeikh Said Abdul Azhim, Ulama tabi’in Hasan Al-Basri menyampaikan 8 hikmah yg bermanfaat:
1. Aku melihat setiap manusia memiliki kekasih, kemudian kekasih tersebut akan ditinggalkannya setelah dikuburkan. Maka aku menjadi amal shaleh sebagai kekasihku yang akan menemaniku dikuburan nanti.
2. Ketika aku merenungi ayat Allah swt;
Dan menahan diri dari keinginan hawa nafsu (An-Nazi’at 40).
Maka aku selalu mengendalikan diri dari keinginan hawa nafsu sehingga selalu dalam keta’atan kepada Allah swt.
3. Aku melihat setiap orang yang memiliki sesuatu yang berharga dia selalu menjaganya, lalu aku merenungi ayat Allah swt;
Apa yang disisimu akan lenyap dan apa yang ada disisi Allah swt akan abadi (An-Nahl 96).
Maka saat aku memperoleh sesuatu yang berharga aku sedekahkan agar selalu kekal disisi-Nya.
4. Aku melihat manusia mengejar harta, kedudukan dan popularitas padahal semua tidak ada apa-apanya. Lalu aku merenungi ayat Allah swt;
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling taqwa diantara kamu (Al-Hujurat 13).
Maka aku melaksanakan amalan menuju ketaqwaan agar menjadi orang yang mulia disisi-Nya.
5. Aku melihat manusia saling iri dan dengki, lalu aku merenungi ayat Allah swt;
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan di dunia (Az-Zukhruf 32).
Maka aku meninggalkan sifat iri dan dengki.
6. Aku melihat mereka saling bermusuhan, lalu aku merenungi ayat Allah swt;
Sesungguhnya setan adalah musuh bagimu maka anggaplah dia musuhmu (Fathir 6).
Maka aku tinggalkan permusuhan dengan manusia dan menjadikan setan musuh satu-satunya.
7. Aku melihat mereka menghinakan diri dalam mengejar rezeki, lalu aku merenungi ayat Allah swt;
Dan tidak ada satupun binatang melata di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya (Hud 6).
Maka aku menyibukkan diri dengan harta yang ada padaku dan menyerahkan yang menjadi milikku kepada-Nya.
8. Aku melihat mereka bertawakal pada perdagangan dan dunia, maka aku bertawakal hanya kepada Allah swt.
Oleh: Azhari
Dari kitab “Al-Atqiya Al-Akhfiya” karangan Syeikh Said Abdul Azhim, menemukan kalimat yg bermanfaat untuk direnungkan.
Ali Bin Husein ra (putra dari Husein ra, cucu Rasulullah saw) berkata:
Aku heran kepada orang sombong dan berbangga diri, dulunya dia hanya setetes mani dan suatu saat nanti dia akan menjadi bangkai.
Aku heran terhadap orang yg ragu terhadap kehadiran Allah swt, sedangkan dia melihat ciptaan Allah swt.
Aku heran terhadap orang yg mengingkari hari kebangkitan, sedangkan dia telah melihat kebangkitan pertama (kelahiran manusia).
Aku heran terhadap orang yg beramal untuk mengejar kemewahan dunia yg fana, sedangkan dia meninggalkan amalan untuk akhirat yg abadi.
Seorang bayi sangat bergantung kepada ibunya, ia hanya mengenal ibunya, takut dan bersandar kepada ibunya, semuanya ia pasrahkan kepada ibunya, bahkan tidak ingin jauh dari ibunya. Begitu kira-kira analogi sikap tawakal seseorang kepada Allah swt, pasrah apapun yang terjadi dan hanya bersandar kepada Allah swt.
Seorang bayi bergantung kepada ibunya yang sebetulnya makhluk lemah jika dibandingkan dengan Allah swt pencipta makhluk, alam semesta dan kehidupan. Karena hanya ibunya yang dikenal maka kepadanya-lah dia bergantung.
Jika dibayangkan diri kita maka tidak ada artinya dibandingkan milyaran penduduk bumi. Bumi yang sekarang kita tempati hanya setitik debu dari milyaran galaksi di jagad raya sana. Alam semesta dan seisinya diciptakan Allah swt dan di bawah kekuasaan Allah swt.
Dengan gambaran kekuasaan Allah swt di atas maka seharusnya hanya kepada-Nya kita bergantung dan bersandar, Zat yang mengendalikan langit dan bumi. Bukan kepada patung, kuburan, jimat dan benda keramat lainnya yang semuanya lemah bagai sarang laba-laba. Benda-benda yang tidak mampu mencegah datangnya bahaya dan tidak bisa memberikan manfaat bahkan kepada dirinya sendiri. Inilah esensi tauhid; iyyaakana’budu wa iyyaakanasta’iin: hanya kepada Engkau kami menyembah dan hanya kepada Engkau kami meminta pertolongan.
Tawakal berarti menyerahkan segala urusan kepada Allah swt, menjalankan ikhtiar sebab-akibat (syababiyah/kausalitas) yang diwajibkan Allah swt, kemudian ikhlas menerima apapun ketetapan Allah swt (qadha’).
Tawakal membuat seorang tidak merasa resah dan takut karena tidak satupun bahaya akan menimpa dirinya jika Allah swt tidak berkehendak, tidak satupun yang mampu mencegah datangnya rezeki jika Allah swt telah menetapkan untuknya. Hasbiyallaahu ‘alaihi yatawakkalul mutawakkiluun: Cukuplah Allah bagiku. Kepada- Nya bertawakal orang-orang yang berserah diri (Az-Zumar 38).
Jadi tawakal bukan bersikap pasrah dan tidak melakukan apa-apa. Tawakal berarti tetap mencari rezeki yang halal, menghindari terjadinya bahaya atau berobat ketika sakit, semuanya itu merupakan ikhtiar yang diwajibkan Allah swt. Tidak menjalankan ikhtiar maka perbuatan durhaka kepada Allah swt karena Allah swt mewajibkan manusia untuk ikhtiar. Meyakini sebuah ketetapan hanya karena ikhtiar semata menjurus perbuatan syirik karena Allah swt yang menetapkan segala sesuatunya (qadha’).
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya (Ali Imran 159).
Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya (Ath-Thalaq 3).
Jadi, seharusnya manusia tidak boleh sombong ketika sukses dan mengeluh ketika gagal, karena kedua hal ini menunjukkan dia tidak bertawakal kepada Allah swt. Orang sombong merasa kesuksesan hasil ikhtiarnya semata, sedangkan orang yang mengeluh ketika gagal berarti ia tidak ikhlas menerima ketetapan Allah swt (qadha’) atas dirinya. Kesuksesan dan kegagalan adalah ketetapan Allah swt (qadha’) bukan semata-mata atas usahanya sendiri (ikhtiar).
Wallahua’lam
Sumber bacaan:
Oleh: Azhari
Seorang yang mengaku Muslim belum otomatis menjadi Mukmin, karena mukmin mempunyai ciri-ciri khusus. Disamping itu, banyak ayat dalam Al-Quran yang menghimbau orang-orang Mukmin; Yaa ayyuhallaziina aamanuu, artinya ada perhatian khusus Allah swt terhadap orang-orang mukmin. Karena predikat mukmin ini yang akan menghantarkan seseorang ke dalam syurga.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah syurga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya (Al-Bayyinah 7-8).
Ciri-ciri mukmin dijelaskan al-Quran dalam surah At-Taubah 112:
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang berpuasa, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu.
1. Bertaubat (at-taaibuuna)
Tidak ada satupun manusia yang terlepas dari kesalahan dan dosa, hanya malaikat yang bebas dari kesalahan. Orang mukmin selalu minta ampun setiap kali melakukan kesalahan, menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan yang sama.
Jadi taubat itu sejalan antara perkataan dan perbuatan, tidak cukup berjanji tidak akan mengulangi lagi tetapi dikemudian hari diulangi lagi, ini di sebut “Tomat”, TObat kemudian kuMAT lagi.
2. Beribadah (al-‘aabiduuna)
Beribadah kepada Allah swt dengan ikhlas untuk mencapai ridha-Nya, bukan karena ingin pujian, malu di lihat orang lain atau takut di cela. Juga beribadah sesuai dengan tuntunan Allah swt dan rasul-Nya, Ini di sebut amal saleh. Ibadah yang di buat-buat sendiri berdasarkan hasil improvisasi dan inovasi di luar tuntunan assunnah maka tertolak (bid’ah).
3. Memuji Allah swt (al-haamiduuna)
Selalu memuji Allah swt (berzikir) baik dalam keadaan suka maupun duka, baik dalam keadaan lapang maupun sempit.
Bagi orang mukmin tidak ada yang buruk dan semuanya baik. Ketika mendapat nikmat dia bersyukur, dengan syukurnya itu Allah swt akan menambah nikmatnya lagi; Lain syakartum laaziidannakum (Ibrahim 7), sementara sangat sedikit manusia yang bersyukur Qaliilammaatasykuruun (Al-Mukminun 78). Ketika mendapat musibah dia bersabar, maka dengan sabarnya itu menghapus dosa-dosa kecilnya.
Dengan sifat syukur dan sabar dia selalu memuji Allah swt. Subhanallah!
4. Berpuasa (as-saaihuuna)
Berpuasa di bulan Ramadhan dan di luar Ramadhan. Berpuasa sebagai pembuktian diri seorang mukmin, jika yang halal saja dia mampu hindari apalagi yang haram.
Ada makna lain dari as-saihuuna, disamping berpuasa juga dimaknai mengembara untuk menutut ilmu Allah swt atau berjihad di jalan Allah swt.
5. Ruku’ dan Sujud (ar-raaki’uuna)
Maksud ruku’ dan sujud adalah orang yang mendirikan shalat. Shalat amalan utama dan yang pertama sekali di hisab di akhirat nanti. Inilah pembeda antara muslim dan kafir (HR Ahmad, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
6. Menyuruh Perbuatan Ma’ruf dan Mencegah Perbuatan Mungkar (al-amiruuna bilma’rufi wannahuuna ‘anilmungkari)
Hal ini diwujudkan dengan da’wah, baik melalui forum kajian maupun secara personal, baik melalui lisan maupun tulisan. Dengan da’wah Rasulullah saw merubah peradaban jahiliyah (kebodohan) menjadi peradaban Islam yang gemilang.
Pahala da’wah juga akan tetap mengalir meskipun mereka telah meninggal, selama yang diberikan nasehat menjalankannya.
7. Memelihara Hukum-hukum Allah swt (al-haafizuuna lihuduudillaah)
Hukum (syari’at) Allah swt tidak hanya terkait dengan ibadah pribadi (mahdhah) saja, seperti: shalat, puasa, zakat dan haji, tetapi juga mencakup urusan mu’amalah (sosial kemasyarakatan) seperti: politik, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan peradilan.
Sebagai pribadi kita bisa saja menjadi mukmin dengan menjalankan ibadah mahdhah. Bagi seorang penguasa tidak cukup menjalankan ibadah mahdhah saja, ketika memegang kekuasaan dan mempunyai kewenangan untuk memelihara/menjalankan syari’at Allah swt tetapi tidak menjalankannya maka penguasa seperti ini tidak termasuk orang yang mukmin.
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir (al-Maidah 44).
Kemaksiaatan yang merajalela saat ini akibat tidak diterapkannya syari’at Allah swt oleh penguasa dalam pemerintahannya. Bongkar pasang sistem (demokrasi terpimpin dan demokrasi Pancasila) dan pergantian Presiden berkali-kali tidak mampu merubah negara ini menjadi makmur. Pasti ada yang salah, hal ini karena sistemnya yang itu-itu juga (demokrasi), Presidennya gonta-ganti tetapi bukan orang mukmin, serta tidak menjadikan Al-Quran dan assunnah (syari’at) sebagai dasar dalam menetapkan hukum.
Wallahua’lam
Maraji’:
1. Tafsir Ibnu Katsir
2. Tafsir UII
Oleh: Azhari
Liburan akhir tahun berakhir. Banyak orang memanfaatkannya dengan mengajak keluarga jalan-jalan, makan-makan atau belanja. Kasus yang sama, acara-acara TV menampilkan wisata lokal atau mancanegara, makan-makan dengan istilah wisata kuliner atau belanja barang dengan berbagai mode. Tidak ada salahnya, tetapi perlu di ingat bahwa hidup tidak hanya sekedar itu.
Kesenangan Belaka
Dunia penuh dengan kesenangan hidup, maka Al-Quran memberikan istilah yang sangat tepat kehidupan dunia sebagai senda gurau.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui (Al-Ankabut 64).
Ya, dunia hanyalah senda gurau dan permainan belaka dan akhirat tempat abadi, sehingga seharusnya hidup ini dimanfaatkan untuk meraih kehidupan abadi itu.
Kebanyakan orang dalam memperjuangkan kehidupan dunia begitu seriusnya, berangkat kerja pagi dan pulang malam hari, bahkan masih tidak cukup di tambah lagi dengan usaha sampingan. Fikiran, waktu dan tenaga dikerahkan habis-habisan untuk meraih harta dan jabatan.
Sementara untuk akhirat dia hanya memanfaatkan waktu yang tersisa dari kesibukan dunia tersebut. Shalat di akhir waktu setelah semua meeting berakhir, bersedekah dari receh yang tersisa, menambah ilmu agama seminggu sekali ketika Jum’atan kadang tertidur pula atau Al-Quran berdebu tak terbaca.
Jika hal ini yang terjadi maka apa bedanya kita dengan orang-orang kafir?, yang mengutamakan kehidupan dunia dan lalai untuk persiapan akhirat.
Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat lalai (Ar-Rum 7).
Banyak Menangis dan Sedikit Tertawa
Mungkin kita pernah melihat orang yang banyak becandanya, disertai dengan omongan jorok kemudian tertawa terpingkal-pingkal. Banyak ketawa seperti ini akan mematikan hati sehingga lupa akan kematian.
Kita seharusnya banyak merenung atas dosa-dosa masa lalu, amal saleh yang masih saja dalam ukuran minimalis, kemudian bertekad untuk selalu memperbaiki diri dari waktu ke waktu.
Jika mengingat apa yang akan terjadi setelah kematian, maka membuat kita lebih banyak menangis daripada tertawa. Di kubur sendirian, sempit dan gelap, serta azab kubur yang akan menimpa. Dahsyatnya padang mahsyar dan keputusan yang akan di terima masuk syurga atau neraka. Pedihnya azab neraka, bahkan siksa paling ringan ketika dipakaikan sandal besi merah menyala ke kaki seseorang sehingga otaknya meleleh.
Maka hendaklah mereka sedikit tertawa dan banyak menangis, sebagai pembalasan dari apa yang selalu mereka kerjakan (At-Taubah 82).
Wallahua’lam