Basapa diadakan setiap hari Rabu setelah 10 Safar ketika bulan mulai naik, dimana pada tahun ini jatuh pada tanggal 12 Safar 1429 H atau 20 Februari 2008, puluhan ribu orang mengunjungi makam Syaikh Burhanuddin di Ulakan, Kabupaten Padang Pariaman, Sumbar (di kenal dengan Syaikh Burhanuddin Ulakan). Pada awalnya mereka mengunjungi makam Syaikh tidak terkoordinir, bisa dilakukan di bulan apa saja. Untuk menyatukan penziarah maka ditetapkan ziarah diadakan pada bulan Safar karena diyakini Syaikh meninggal pada tanggal 10 Safar 1111 H atau 20 Juni 1704 M (sebagian menyatakan tahun 1104 H). Karena ziarah di bulan Safar ini munculnya istilah “BASAPA” (pergi Safar).
Syaikh Burhanuddin dikagumi dan dihormati oleh masyarakat Minang, bahkan seluruh Sumatera hingga mancanegara seperti Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam. Beliau di kenal sebagai penganut Tarekat Syattariyah (salah satu aliran Tasawuf), sementara di daerah Jawa sebagian besar masyarakatnya menganut Tarekat Naqsyabandiyah. Kejatuhan pamor Tarekat Syattariyah di Sumatera yang tidak lagi mu’tabarah (di terima) membuat pesatnya perkembangan Tarekat Naqsyabandiyah di Jawa.Lihat 2, hal 102
Nama asli dari Syaikh Burhanuddin adalah Pono, Bapaknya bernama Sampak dan Ibunya bernama Cukup yang beragama Budha. Beliau berasal dari Padang Panjang, kemudian merantau ke Lubuk Alung. Pada masa kecil Pono belajar agama kepada Syaikh Madinah, setelah gurunya meninggal Beliau belajar kepada Abdul Rauf di Singkil Aceh (di kenal dengan Syaikh Abdul Rauf Singkil), Pono kemudian berganti nama menjadi Burhanuddin. Setelah 30 tahun belajar di Aceh Beliau kembali ke Minangkabau dan menyebarkan Islam di Ulakan, dimana sebagian besar masyarakat Minang masih menganut agama Budha.
Selama 30 tahun Beliau menyebarkan Islam di tanah Minang, murid-muridnya menyebar ke seantero Minang: Tuanku Bayang di Salido (pakar ilmu sharaf), Tuanku Kubung Tigobaleh di Tanah Datar (pakar ilmu nahwu), Tuanku Padang Ganting di Tanah Datar (pakar ilmu ushul fiqih) dan Tuanku Batu Hampa di Batu Hampa (pakar ilmu tafsir).
Setibanya dari Aceh Beliau memancangkan pohon Cimpago Biru yang dibawanya dari Aceh, pohon ini diyakini tempat makamnya sekarang (Ulakan). Alkisah, ketika jenazah Syaikh selesai dimandikan, dikafani dan dishalatkan tiba-tiba jenazah menghilang. Kemudian terdengar suara shalawat di sekitar pohon Cimpago Biru ketika di lihat maka di bawah pohon telah ada makam lengkap dengan batu nisannya yang bertuliskan nama Syaikh. Makam ini kemudian dipagari dan diyakini sebagai makam Syaikh Burhanuddin.Lihat 1
Ritual Basapa
Ritual Basapa dimulai ba’da Dzuhur dan mencapai puncaknya menjelang Maghrib, semakin malam suasana semain larut dan syahdu dengan berbagai ritual seperti: dzikir, tahlilan, shalawat, yasinan, ratib saman, barzanji dan do’a-do’a dilantunkan. Masing-masing jama’ah melantunkan dzikir yang berbeda, tergantung dari surau mana mereka berasal. Para penziarah tetap/rutin dari masing-masing daerah, biasanya memiliki surau khusus di sekitar makam.
Kelompok jama’ah juga bisa memasuki makam secara bergiliran dengan didampingi oleh Khatib (penjaga makam), keluar dari makam jama’ah mengambil pasir dari makam yang diyakini membawa berkah.
Selain ritual di atas, ada juga jama’ah Tarekat Syattariyah yang melakukan “Suluk” yakni shalat selama 44 hari berturut-turut tanpa henti. Biasanya yang melakukan suluk adalah orang-orang tua yang datang jauh hari sebelum 10 Safar.
Tawassul
Berziarah ke makam Syaikh Burhanuddin dan makam-makam para Wali di Jawa bertujuan untuk memohon do’a melalui perantaraan Syaikh dan memperoleh syafaat darinya, hal ini di kenal dengan “Tawassul”
Tawassul adalah menjadikan sesuatu sebagai perantara/sarana dikabulkannya sebuah keinginan. Tawassul biasanya dengan berbagai cara, melalui perantara amal shalih, orang yang masih hidup dan orang yang sudah meninggal (kuburan).
Tawassul melalui perantaraan amal shalih dibolehkan, misal: melalui shalat, puasa, membaca al-Qur’an, dzikir, membantu fakir miskin dan lain-lain. Misalnya, dengan mengatakan: ”Ya Allah, Engkau tahu bahwa aku rajin melakukan tahajjud maka ampunilah dosa-dosaku dengan tahajjudku” Lihat 6, hal 80; juga 7, hal 242
Tawassul melalui perantaraan orang yang hidup juga dibolehkan, terutama kepada Nabi dan orang-orang shalih. Seseorang yang diketahui shalih, menjaga dirinya dari makan, minum dan pakaian yang haram, ahli ibadah, tawadhu’ dan selalu bertaqwa kepada Allah swt, maka diharapkan dari do’anya keinginan kita bisa terkabul. Salah satu contoh kasus ketika saudara Nabi Yusuf memohon do’a kepada Bapaknya Nabi Ya’kub agar dosanya diampui oleh Allah swt.
Mereka berkata: "Wahai ayah kami, mohonkanlah ampun bagi kami terhadap dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang bersalah (berdosa). Ya'qub berkata: "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Yusuf 97-98).
Tawassul melalui orang mati (kuburan) tidak dibolehkan karena orang mati tidak dapat lagi memberikan manfaat bagi orang hidup. Tawassul melalui kuburan Syaikh Burhanuddin saat Basapa adalah perbuatan sia-sia karena Syaikh Burhanuddin telah meninggal dan tidak dapat lagi memberikan manfaat kepada penziarah, bahkan bisa menjurus kepada kesyirikan. Manfaat yang bisa diperoleh dari Syaikh Burhanuddin adalah dari ilmu-ilmu yang Beliau sebarkan di tanah Minang.
Islam mengajarkan untuk langsung berdo’a kepada Allah swt, tidak dibutuhkan perantara ketika manusia berhubungan dengan Allah swt melalui kuburan para Wali, Syaikh dan orang-orang shalih. Manusia berdo’a dan Allah swt akan mengabulkannya, bahkan Allah swt lebih dekat dari urat leher manusia.
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran (Al-Baqara: 186).
Mendatangi kuburan, mendirikan tenda, bermalam (i’tikaf), makan dan minum, serta beribadah adalah perbuatan yang jahiliyah tidak di kenal di dalam Islam.Lihat 5, hal 62; juga 6 hal 114 Rasulullah saw melarang umat Islam mengadakan perayaan dan beribadah di atas kuburan.
Janganlah kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan dan jangan jadikan kuburku sebagai tempat perayaan, dan bershalawatlah atasku, sesungguhnya shalawat kalian sampai kepadaku bagaimanapun keadaan kalian (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
Semoga Allah membinasakan orang-orang Yahudi. Mereka menjadikan kubur para nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah) (HR Bukhari dan Muslim).
Mengambil pasir di makam Syaikh dan meyakini membawa berkah adalah perbuatan syirik, ini sama saja meyakini ada kekuatan selain Allah swt yang mampu merubah baik dan buruknya takdir manusia.
Begitu juga, membuat bangunan di atas kuburan perbuatan yang tidak ada sunnahnya, seharusnya kuburan diratakan atau sedikit ditinggikan sebagai tanda bahwa itu kuburan.
Janganlah kamu meninggalkan gambar kecuali engkau telah menghancurkannya dan tidak pula kubur yang diagungkan melainkan engkau telah meratakannya (HR Imam Ahmad, Muslim dan Tirmidzi).
Dzikir Bid’ah
Selain Tarekat Syattariyah di Ulakan Pariaman, banyak Tarekat-tarekat lain di Indonsia tergantung dari metode dzikir masing-masing guru sufi, antara lain: Qadiriyah, Naqsyabandiyah, Khalwatiyah, Sammaniyah, Alawiyah, Haddadiyah dan Tijaniyah.Lihat 2, hal 28
Meskipun di klaim bahwa dzikir-dzikir yang diajarkan oleh para mursyid (guru) bersambung hingga Rasulullah saw (manqul). Kenyataannya, tidak satu hadits-pun yang menggambarkan Rasulullah saw dan para sahabat berdzikir dengan cara yang mereka amalkan. Dzikir yang dilakukan para pengamal Tarekat biasanya dengan merintih, mengerang, mencabik-cabik pakaian, bertepuk-tangan hingga menari, kemudian mengalami ekstase (mabuk).Lihat 3, hal 41
Ketika mengalami ekstase (mabuk) mereka akan memperoleh bisikan-bisikan Ilahi yang di sebut kasyf (ilmu batin), kasyf ini diperoleh langsung dari Allah swt atau diperoleh melalui Rasulullah saw.Lihat 4, hal 155, 171-173 Padahal kasyf yang diperoleh suatu yang imajiner dan prasangka-prasangka yang tidak benar.
Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran (An-Najm 28).
Tarekat mungkin sebagai bentuk pelarian (zuhud) terhadap kehidupan hedonisme, materialisme dan sekulerisme yang membelenggu kehidupan masyarakat modern, tetapi bagaimanapun Tarekat harus tetap mengacu kepada al-Quran dan assunnah, selain itu jelas tertolak.
Man ’amala ’amilan laysa ’alaihi amruna fahuwan raddun; Siapa saja yang melakukan perbuatan yang tidak termasuk perintah kami adalah tertolak (HR Bukhari dan Muslim).
Wallahua’lam.
Sumber bacaan:
1. http://padangmedia.com/, 23 Februari 2008: “Basapa” ke Makam Syekh Burhanuddin.
2. Gerakan Politik Kaum Tarekat, Ajid Thohir, Pustaka Hidayah, cetakan I, Mei 2002.
3. Menjadi Sufi Bimbingan untuk Para Pemula, Abu al-Najib al-Suhrawardi, Pustaka HIdayah, cetakan I, Agustus 1994
4. Tasawuf Antara Agama dan Filsafat, DR. Ibrahim Hilal, Pustaka Hidayah, cetakan I, Januari 2002
5. Sekelumit Rahasia Al-Quran, Mustafa Mahmud, Pustaka Nasional Pte Ltd Singapura, cetakan I, 1990
6. Mengungkap Kebenaran dan Kebatilan, Sa’ad Shodiq Muhammad, Pustaka Azzam, cetakan IV, 1978.
7. Inilah Akidahku, ’Aidh Abdullah al-Qarni, Qisthi Press, cetakan I, November 2002.

0 comments:
Post a Comment