Oleh: Azhari
Ciri khas bangsa Arab untuk menunjukkan kesenangannya kepada seseorang adalah dengan memegang jenggot dan mencium pipi. Mungkin kita geli juga melihat laki-laki mencium pipi laki-laki lain, ini benar-benar mencium pipi dan bukan saling mengadu pipi seperti yang dilakukan oleh para pejabat di Indonesia.
Begitu juga jika para pedagang atau sopir menyenangi anda, mereka akan memegang jenggot dan mencium pipi anda. Jamaah Indonesia akan mengalami hal ini, karena mereka terkenal ramah, murah senyum dan mempunyai akhlaq lebih baik dibandingkan jamaah negara lain.
Setiap negara mempunyai ciri khas jamaah masing-masing, satu negara mempunyai jamaah berbadan kekar seukuran Asia, mempunyai ”team work yang solid”, sehingga selalu berombongan, membuat rantai manusia, berdo’a dengan keras dan mempunyai ego yang tinggi. Mereka mendorong atau menyikut ketika ada jamaah lain yang mencoba menerobos rantai manusia yang mereka buat.
Jamaah negara lain mempunyai fisik yang tinggi besar, sehingga dengan mudah melangkahi jamaah lain hingga sampai di shaf depan, kepala dan bahu tertendang merupakan hal biasa. Mereka memaksa kebarisan depan meskipun sudah terlambat. Jika sesampai didepan tidak memperoleh tempat duduk, mereka akan memaksa duduk diantara dua jamaah yang telah rapat, sehingga shalat saling berhimpitan. Atau memaksa duduk diantara dua shaft yang telah rapat, sehingga jamaah dibelakangnya tidak bisa ruku’ dan sujud.
Jamaah negara lainnya berangkat haji dengan dana terbatas, sehingga harus tinggal diemperan masjid atau disekitar toilet, meminta belasan kasihan jamaah lain karena kehabisan bekal. Kadang mereka meminta dengan setengah memaksa.
Kejadian diatas jarang dilakukan oleh jamaah Indonesia, meskipun ada yang melakukannya tetapi mereka umumnya lebih sopan dibandingkan jamaah haji negara lain. Mereka dikenal ramah dan murah senyum, serta mempunyai bekal yang cukup karena dikoordinir dengan cukup baik.
Dengan modal karakter bangsa seperti itu, maka kita bisa berharap bahwa Islam akan bangkit di Indonesia. Negara ini merupakan umat Islam terbesar didunia, sekitar 220 juta dari sekitar 1,25 milyar umat Islam didunia. Mempunyai karakter akhlaq yang luhur dan ramah. Mempunyai kekayaan alam yang melimpah. Kondisi geografis yang strategis. Dan yang paling penting dari semua itu adalah, adanya ghirah (semangat) Islam yang tumbuh dikalangan organisasi Islam dan partai-partai Islam, serta kesadaran umat untuk kembali mengkaji Islam dengan meramaikan kajian-kajian Islam.
Kebangkitan suatu bangsa bukan ditentukan oleh tingginya taraf ekonomi suatu bangsa. Karena banyak negara mempunyai taraf ekonomi yang tinggi, tetapi kehidupan mereka terpuruk dengan peradaban jahiliyah. Kebangkitan terjadi dengan meningkatkan taraf berfikir umat kearah yang benar (Islam), yakni pemikiran yang berkaitan dengan pandangan hidup (ideologi) suatu bangsa.
Peningkatan taraf berfikir yang dimaksud adalah perubahan dari aspek hewaniyah menjadi insaniyah, ketika seseorang berfikir bagaimana memperoleh makanan dengan cara apapun maka ia berfikir menurut aspek hewaniyah. Tetapi ketika ia berfikir bagaimana memperoleh makanan yang halal, maka ia berfikir berdasarkan aspek insaniyah. lihat 1, hal 73-74 Artinya, ia telah menjadikan hukum syara’ (syari’at Islam) sebagai tolok ukur (miqyas) dalam menyelesaikan setiap problema kehidupannya.
Ketika setiap melangkah ia telah menjadikan hukum syara’ sebagai dasar pengambilan keputusan, maka ia telah mempunyai tingkat taraf berfikir yang tinggi. Sebaliknya ketika bersikap hanya berlandaskan hawa nafsu semata, maka ia tidak ada bedanya dengan hewan atau ia mempunyai taraf berfikir aspek hewaniyah. Semisal, ketika membutuhkan harta ia melakukan korupsi tanpa peduli harta itu bukan haknya atau ketika ingin menyalurkan nafsu seksual ia berkencan dengan lawan jenis tanpa lewat jenjang pernikahan. Ini aspek hewaniyah, karena hewan juga melakukan hal yang sama.
Ketika kebangkitan tidak berdasarkan Islam, maka ini kebangkitan yang salah dan itulah yang terjadi dengan AS dan sekutunya. Mereka boleh mengaku sebagai negara maju, tetapi taraf berfikirnya masih primitif (aspek hewaniyah). Ketika dia merasa kekurangan sumber daya alam, maka seenaknya AS menjajah Iraq, membunuhi rakyatnya dan menguras kekayaan minyaknya. Tanpa peduli lagi dengan aspek moral/ruhiyah dalam memutuskan tindakannya itu.
Tetapi ketika Islam dijadikan dasar kebangkitan, maka ini kebangkitan yang benar. Karena kebangkitan didasarkan pada sesuatu yang mutlaq kebenarannya, karena berasal dari Sang Khaliq pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan.
Walhasil, bangsa ini telah mempunyai modal yang kuat untuk bangkit, yang perlu dilakukan adalah menggiatkan da’wah kepada mereka agar kembali kepada Islam, menjadikan syari’at Islam sebagai tolok ukur (miqyas) dalam menyelesaikan setiap problema kehidupannya. Jika umat telah bangkit taraf berfikirnya, tentu saja mereka menginginkan agar Islam sebagai ideologi/sistem (nidzam) dalam mengatur kehidupannya. Disaat itulah kebangkitan Islam yang sebenarnya terjadi.
Wallahua’lam
Maraji’:Da’wah Islam dan masa depan umat, Abdurrahman Al-Baghdadi
0 comments:
Post a Comment