Oleh: Azhari
Kondisi mantan Presiden Soeharto (85 tahun) masih dalam kondisi kritis setelah operasi usus besar yang dijalaninya, tim dokter juga menemukan infeksi diparu-parunya. Dengan kondisi seperti itu maka mustahil Soeharto untuk diadili, karena dalam kondisi unfit to stand on trial (tidak sehat untuk dihadapkan dalam persidangan) dan Jaksa Agung berwenang melakukan deponering (penutupan perkara), selanjutnya Presiden SBY bisa memberikan amnesti dan abolisi. Semua itu atas pertimbangan politik, hukum, kemanusiaan, moral dan kondisi kesehatan Soeharto.
Adalah tidak manusiawi membiarkan kasus Soeharto menggantung tanpa ada keputusan, kemudian kematian yang menyelesaikan status hukumnya. Untuk itu berbagai saran diberikan untuk menyelesaikan kasusnya, antara lain pemberian maaf seluruh rakyat atas segala kesalahannya, kemudian aset yayasan-yayasan miliknya dikembalikan kepada Negara. Tetapi pada akhirnya SBY kembali menggantung kasus Soeharto dengan alasan mencegah perpecahan ditengah masyarakat, penggantungan kasus yang sama oleh tiga Presiden sebelumnya (Habibie, Gus Dur dan Mega).
Dari kasus Soeharto dan kroninya terlihat betapa lemahnya sistem sekuler demokrasi yang dibangun dinegeri ini, sedikit sekali dari mereka yang pernah berkuasa untuk diadili atas semua kesalahannya dan kemudian memperoleh hukuman setimpal. Kasus yayasan-yayasan yang dikelola Soeharto dengan dana milyaran rupiah tidak pernah diusut; dananya darimana dan digunakan untuk apa?, begitu juga kroni-kroninya yang menikmati dana dari yayasan-yayasan tersebut tidak tersentuh sama sekali.
Kelemahan utama dalam sistem sekuler demokrasi adalah pembuatan UU yang sesuai dengan kepentingan sepihak penguasa, sehingga dengan mudah mereka lepas dari jerat hukum. Hal ini terjadi karena dalam sistem sekuler demokrasi manusia mempunyai wewenang membuat UU. Berbeda dengan sistem Islam dimana pembuatan UU merupakan wewenang Allah swt (inilhukmu illalillah) yang pasti bersikap adil terhadap semua pihak, baik penguasa maupun rakyat.
Sistem peradilan sendiri tidak bisa dilepaskan dari sistem hukum yang menaunginya, yakni sistem Islam. Artinya, seseorang bisa dihukumi secara Islam, dalam peradilan Islam, melalui sistem Islam. Adalah sebuah kemustahilan sebuah peradilan Islam tegak dalam sebuah sistem sekuler demokrasi karena keduanya saling bertentangan. Sistem Islam berlandaskan Al-Quran dan as-sunnah, sedangkan sistem demokrasi berlandaskan akal manusia semata yang bukan berlandaskan Al-Quran dan as-sunnah.
Jika sebuah sistem Islam tegak maka kasus seperti ini bisa diselesaikan secara Islam, tentu saja dengan penuh keadilan karena berasal dari Yang Maha Adil.
1. Mendzalimi rakyat
Setelah berkuasa selama 32 tahun tentu ada kebijakan Soeharto yang mendzalimi rakyatnya. Soeharto dikatakan memang telah meminta maaf kepada seluruh rakyat Indonesia saat berhenti dari jabatannya tahun 1998, masalahnya apakah rakyat telah memaafkan kesalahannya karena ampunan Allah swt terhalang ketika urusan sesama manusia belum diselesaikan.
Disamping itu, ini lebih penting, hukuman qishash atas perlakuannya terhadap rakyat. Jika terbukti kasus itu karena aparatnya salah memahami perintahnya maka aparatnya yang terkena hukum qishash, tetapi jika terbukti kasus itu atas perintahnya sendiri atau ia melakukan sendiri maka dirinya yang terkena qishash.
Kita bisa mengacu kepada kisah Rasulullah saw sebagai pemimpin negara,
Suatu ketika Rasulullah saw berpidato, “Barangsiapa yang pernah aku dzalimi maka balaslah kedzalimanku itu” Maka datanglah seorang laki-laki seraya berkata, “Wahai Rasulullah saw, dalam sebuah peperangan ketika engkau meluruskan barisan tentara, tanganmu memukul perutku hingga sakit”
Mendengar ucapan laki-laki itu, Rasulullah saw membuka pakaiannya dan menyodorkan perutnya, “Silahkan pukullah perutku!” Ternyata laki-laki itu mencium perut Rasulullah saw seraya berkata, Wallahi, aku lakukan itu tidak lain hanya agar kulitku dapat bersentuhan dengan kulitmu sehingga aku tidak masuk neraka” Lihat 5, hal 175
Juga beberapa ayat dalam Al-Quran yang salah satunya,
Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah (Asy-Syura’ 40).
2. Melakukan korupsi
Seorang pemimpin memegang amanah untuk mengurus rakyatnya (ri’ayatusy-syuun) dan amanah dalam mengelola harta negara agar rakyatnya sejahtera.
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil (An-Nisa’ 58).
Seorang pemimpin mempunyai wewenang untuk mengelola (tasharruf) harta negara secara syar’iy, ia boleh memanfaatkan dan mengembangkan harta tersebut untuk kemaslahatan umat, bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kelompoknya. Jika ia menggunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kelompoknya maka ia telah mengkhianati amanah dan mengambil harta yang bukan haknya. Lihat 6, hal 28-29
Memperoleh harta melalui jalan bathil disebut harta ghulul yakni harta yang diperoleh melalui kecurangan, harta ghulul diperoleh melalui suap (risywah), hadiah (hibah), komisi (‘amulah) dan korupsi. Harta ghulul ini tidak akan menjadi bersih dengan menyumbangkan untuk pembangunan mesjid, membantu anak yatim dan fakir miskin atau sumbangan lainnya. Karena Allah swt itu baik (thayib) dan hanya menerima amal/harta yang baik (HR Muslim).
Jika Soeharto terbukti telah mengambil harta yang bukan haknya (harta ghulul) maka harta ini harus dikembalikan kepada pemiliknya, baik kepada Negara maupun pribadi, jika harta itu tidak dikembalikan maka sang pemilik harta di akhirat nanti akan menagihnya. Allah swt mengambil pahalanya dan memberikannya kepada pemilik harta, jika pahalanya habis maka dosa pemilik harta diberikan kepada dirinya. Inilah orang yang bangkrut (muflis) di akhirat nanti. Lihat 7, hal 101
Barangsiapa menemukan barangnya terdapat pada seorang laki-laki maka ia yang paling berhak terhadap barang tersebut, dan orang yang menjualnya harus mengembalikan barang jualannya (HR. Abu Dawud, hadits senada dari Imam Ahmad).
Tahukah engkau siapakah orang-orang bangkrut itu?, mereka adalah umatku yang datang pada hari kiamat dengan shalat, puasa dan zakatnya, tetapi mereka telah mencaci maki, menuduh seseorang tanpa bukti, sehingga semua perbuatannya itu telah menghilangkan perbuatannya. Kemudian ia ditenggelamkan keneraka jahanam (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi).
Setelah harta itu dikembalikan maka dikenakan sanksi hukum atasnya (’uqubat). Jika ia mengambil harta negara maka tidak bisa dikenakan hukuman potong tangan atas dirinya karena harta negara (baitul mal) merupakan harta milik umum dimana terdapat syubhat kepemilikan, artinya setiap orang memiliki hak atas harta tersebut. Sehingga tidak bisa dikenakan hukuman potong tangan atas pencurinya (koruptor), mereka akan dikenakan hukuman ta’zir. Lihat 8, hal 100-102. Lihat juga 9, hal 180
Dari Sya’biy dari ’Ali ra bahwa beliau pernah berkata, ”Tidak ada potong tangan bagi orang yang mencuri harta dari baitul mal”
Ta’zir adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiat yang didalamnya tidak ada had dan kifarat (sanksi dan denda), karena kadar sanksi belum ditetapkan secara syar’iy maka sanksinya diserahkan kepada ijtihad penguasa/hakim (qadhi). Lihat 8, hal 239 Hakim bisa saja menetapkan sanksi bagi koruptor berupa cambukan (jilid), penjara atau hukuman yang lebih berat lagi jika dampak yang ditimbulkan sangat dahsyat.
Walhasil, didunia bisa saja manusia memberikan berbagai keputusan atas semua kesalahan Soeharto, tetapi di akhirat Allah swt tetap akan menghisab setiap makhluk, sekecil apapun kebaikan dan keburukannya. Sehingga selayaknyalah hal ini menjadi pelajaran bagi penguasa untuk berhati-hati dalam mengemban amanah yang diberikan kepadanya, sangat berat pertanggung-jawabannya di yaumil akhir nanti.
Barang siapa yang melakukan kebaikan walaupun seberat zarrah (atom), niscaya ia akan melihatnya (mendapat ganjarannya). Dan barang siapa melakukan kejahatan walaupun seberat zarrah (atom), niscaya ia akan melihatnya (merasakan siksaannya) (Az-Zalzalah 7-8).
Wallahua’lam
Maraji’:
1. http://www.mediaindo,co,id/ (8 April 2006): Kesehatan Pak Harto dan Status Perkaranya
2. http://www.mediaindo,co,id/ (11 April 2006): Presiden Akan Hentikan Proses Hukum Atas Soeharto
3. http://www.republika,co,id/ (12 April 2006): Nama Soeharto akan Direhabilitasi
4. http://www.republika,co,id/ (12 April 2006): Presiden SBY Tunda Ambil Keputusan Soal Mantan Presiden Soeharto
5. Mahabbah ilahiyah menggapai cinta Ilahi, Syahhat bin Mahmud Ash-Shawi, Pustaka Al-Kautsar, cet. I, Juli 2001
6. Al-Wai’e No. 36, Agustus 2003
7. Halal dan haram, Mutawalli Sya’rawi, cet. I, Desember 1994
8. Sistem sanksi dalam Islam, Abdurrahman Al-Maliki, Pustaka Thariqul Izzah, cet. I, Agustus 2002
9. Kebijakan ekonomi Umar bin Khaththab, Quthb Ibrahim Muhammad, Pustaka Azzam, cet. I, Juni 2002
0 comments:
Post a Comment