Oleh: Azhari
Panasnya pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Wagub) Banten diperuncing dengan tidak direstuinya Marissa Haque (sebagai kader PDIP) oleh DPP PDIP menjadi calon Wakil Gubernur, tetapi hal ini tidak menyurutkan Marissa untuk maju. Pasangan Gubernur Banten Zulkieflimansyah dan Marissa Haque di usung oleh PKS dan PSI, sedangkan PDIP bersama Partai Golkar, Partai Bintang Reformasi, Partai Bulan Bintang, dan Partai Damai Sejahtera mengusung Ratu Atut Chosiyah dan M. Moch Masduki. Lihat 1 & 2
Wakil Gubernur otomatis menjadi Gubernur
Dalam UU No. 22 Tahun 1999 pasal 49 tentang Pemerintahan Daerah seorang Gubernur bisa berhenti atau diberhentikan karena beberapa hal seperti: meninggal, melanggar sumpah, melanggar peraturan, dll. Kemudian pasal 58 ayat 1 menjelaskan bahwa jika Gubernur/Kepala Daerah berhalangan tetap maka jabatannya di ganti oleh Wakil Kepala Daerah sampai habis masa jabatannya. Lihat 3 Hal inilah yang terjadi pada Gubernur Banten sekarang, Ratu Atut Chosiyah, menjadi Gubernur karena Gubernur sebelumnya terlibat kasus korupsi.
Dengan pengaturan UU dan fakta di atas maka dapat dipastikan bahwa seorang Wakil Gubernur seorang wanita bisa saja di angkat menjadi Gubernur ketika sang Gubernur berhalangan tetap.
Bolehkan wanita menjadi pemimpin?
Ketika memperoleh berita bahwa Ratu Kisra di angkat menjadi pemimpin Persia maka Rasulullah saw bersabda:
Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan kekuasaan/ pemerintahan mereka kepada seorang wanita (HR Bukhari).
Jika kita buka kitab fiqih yang terkait dengan sistem pemerintahan maka hadits di atas dimaksudkan kepemimpinan wanita dalam konteks pemerintahan (hukam), karena kebijakannya berdampak luas terhadap masyarakat. Berbeda halnya wanita di angkat sebagai pemimpin dalam perusahaan swasta, hal ini dibolehkan karena hanya mengurus segelintir orang di dalam perusahaan. Dengan demikian, wanita tidak boleh di angkat sebagai Khalifah (setingkat Presiden), Mu’awin (setingkat Menteri), ‘Amir (setingkat Gubernur) atau Amirul Jihad (setingkat Panglima).
Hadis di atas diperkuat dengan af’al (tindakan) Rasulullah saw dengan mengangkat para ‘Amir (Gubernur) untuk memimpin wilayah-wilayah Islam seperti ‘Utab bin Usaid sebagai ‘Amir Makkah, Badzan bin Sasan sebagai ‘Amir Yaman, Mu’adz bin Jabal sebagai ‘Amir Jaud, Abu Musa al-‘Asy’ari sebagai ‘Amir Zabid, ‘Amir bin ‘Ash sebagai ‘Amir Oman dan lain-lain. Lihat 4 Hal ini-pun dilanjutkan dengan Khalifah-khalifah penggantinya. Tidak pernah kita kenal dalam rentang waktu yg panjang kekhilafahan Islam selama 13 abad seorangpun pemimpin wanita dalam struktur pemerintahan Islam.
Ditambah lagi, seorang pemimpin dalam Islam tidak hanya memimpin dalam mengurus rakyatnya (ri’ayatusy-syuun), tetapi juga dalam bidang keagamaan seperti: memimpin shalat jama’ah, memberikan khutbah Jum’at dan lain-lain, yang tidak mungkin dilakukan oleh seorang wanita.
Maslahat yang tidak syari’at
Mungkin saja kita melihat ada maslahat (keuntungan) yang diperoleh dengan mencalonkan Marissa sebagai Wakil Gubernur karena terkenal, artis dan public figure, sehingga sangat mudah mengumpulkan massa, hal ini terungkap dari pernyataan Zulkieflimansyah: “Massa datang hanya ingin melihat idola mereka. Mereka tak butuh visi, misi, platform. Mereka hanya ingin hadir, mencium tangan dan berfoto bersama” Lihat 1 Ucapan ini sebetulnya melecehkan kemampuan Marissa sebagai seorang wanita yang cerdas dan tidak layak diucapkan oleh seorang calon Gubernur terhadap wakilnya.
Atau untuk menghadang kepemimpin Ratu Atut Chosiyah yang sama-sama wanita dengan Marissa, dimana Ratu Atut kurang berhasil karena kemiskinan, korupsi dan premanisme proyek merajalela.
Alasan-alasan di atas hanya sekedar melihat kebaikan (maslahat) saja, tetapi tidak meninjaunya secara syari’at. Maslahat memutuskan berdasarkan akal semata yang terbatas kemampuannya, bisa jadi maslahat (baik) menurut akal tetapi buruk menurut Allah swt dan sebaliknya.
Diwajibkan atas kalian berperang, sementara perang itu adalah sesuatu yang kalian benci. Akan tetapi, boleh jadi kalian membenci sesuatu padahal ia amat baik bagi kalian, boleh jadi pula kalian menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagi kalian. Allah maha mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui (Al-Baqarah 216).
Jika ingin tahu keterbatasan akal, maka cobalah cari jawaban terhadap hukum syara' yang berbeda ini: masa iddah (tunggu) wanita yang dicerai suaminya 3 quru' (masa haid) dan 4 bulan 10 hari bagi yang ditinggal mati, padahal kondisi rahimnya sama saja. Fungsi air dan tanah bisa digunakan untuk bersuci (thaharah), padahal air membersihkan dan tanah mengotori. Wajib mandi jika keluar mani dan tidak wajib jika keluar madzi, padahal keduanya keluar ditempat yang sama. Lantas bagaimana kita hanya mengandalkan akal untuk menetapkan sebuah hukum hanya karena ada maslahat?
Seorang beriman akan selalu menjadikan syari’at (al-Quran dan as-sunnah) sebagai tolok ukur dalam mengambil sebuah keputusan terhadap setiap permasalahan yang dihadapinya, ini pasti maslahat karena datang dari Allah swt. Sedangkan yang maslahat belum tentu sesuai dengan syari’at karena keterbatasan akal dalam memahami rahasia di balik keputusan Allah swt.
Khatimah
1. Mengangkat wanita sebagai wakil Gubernur sama saja mengangkatnya sebagai Gubernur karena tetap berpeluang di angkat menjadi Gubernur seusai dengan UU No. 22 Tahun 1999 Pasal 49 dan pasal 58 ayat 1. Hal ini bisa dikaitkan dengan Kaidah Ushul: Al wasiilatu ilalharami haramun; segala sesuatu yang menghantarkan kepada keharaman adalah haram, jika seorang Wakil Gubernur (wanita) memungkinkan di angkat sebagai Gubernur maka mengangkatnya sebagai Wakil Gubernur adalah keharaman.
2. Islam telah melarang wanita untuk menjadi pemimpin dalam pemerintahan (hukam), baik melalui hadits shahih maupun af’al (tindakan) Rasulullah saw dan Khalifah-khalifah penggantinya yang tidak mengangkat satupun wanita sebagai pemimpin.
3. Mengandalkan hanya maslahat untuk menetapkan sebuah keputusan adalah sikap pragmatis, ketika syari’at telah menetapkan sebuah hukum tentang kepemimpinan wanita maka sikap orang yang beriman adalah sami’na waatha’na.
Wallahua’lam
Maraji’:
1. http://www.kompas.co.id/ (5 September 2006): Zul-Marissa: "Kalau Pilkada Jujur, Insya Allah Kami Menang"
2. http://www.kompas.co.id/ (5 September 2006): Besok, Deklarasi Ratu Atut-Moch Masduki
3. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
4. Negara Islam, Taqiyuddin An-Nabhani
0 comments:
Post a Comment