Oleh: Azhari
Mungkin mereka menyatakan bahwa ini the big god (sengaja dengan huruf kecil), tetapi kenyataannya bagi kita umat muslim sebetulnya the little god-pun tidak karena kita meyakini seorang nabi bukanlah tuhan. Dan kita memuliakan nabi ini seperti kita memuliakan 24 nabi lainnya. Jika seorang nabi menjadi tuhan karena lahir tanpa bapak, maka nabi Adam lebih layak menjadi tuhan karena lahir tanpa ibu dan bapak. Sangat mudah bagi Allah untuk menetapkan sesuatu, hanya dengan mengatakan: ‘Kun faya kun’ : jadilah, maka terjadilah ia (Yaasin 82).
Jika ada yang paling benar, maka pastilah Islam karena inilah agama yang paling logis penjelasannya tentang ketuhanan (tauhid), paling sesuai dengan fitrah manusia, paling bersih kitab sucinya dari jarahan tangan manusia.
Logis
Bagaimana akal kita menerima tuhan mempunyai 3 wujud (trinitas). Pernah seorang pendeta menggambarkan trinitas tersebut dengan sebatang rokok yang terdiri dari kertas, tembakau dan api, 3 bahan menjadi sebatang rokok. Lho… bukankah kalau dicerai-beraikan sebatang rokok maka bukan rokok lagi namanya, yakni kertas, tembakau dan api. Begitu juga trinitas itu, maka akan menjadi tuhan (bapa), nabi Isa (anak), malaikat jibril (ruhul kudus), bagaimana ini bisa menjadi menyatu menjadi sebuah tuhan. Sehingga kalau kita baca sejarah orang-orang Kristen yang memperoleh hidayah masuk Islam (mu’alaf) karena mereka meragukan konsep trinitas ini. Dan Islam menyatakan dengan ringkas dan logis.
Katakanlah: ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia’ (Al-Ikhlas 1-4).
Bagaimana akal kita menerima jika dosa seseorang harus kita yang menanggung-nya, dosa nabi Adam jutaan tahun yang lalu harus kita tanggung sehingga kita harus dibaptis agar menjadi suci dari dosa. Siapa yang rela menanggung dosa seseorang, jangankan dosa orang lain yang tidak kita kenal, dosa saudara sendiri tidak akan mau kita menanggungnya. Dan Islam menyatakan itu dengan tepat.
Tiap-tiap jiwa akan dimintai pertanggung jawaban atas perbuatannya (Al-Mudatsir 38).
Fitrah
Begitu juga tentang kesucian manusia diperoleh dengan menjauhkan segala kenikmatan duniawi, yakni harta, tahta dan wanita. Sehingga para pendeta itu tidak boleh menikah dan dijamin kehidupannya, sehingga banyak diantara mereka yang berselingkuh dengan biarawati atau menjadi pedhophilia (mencabuli anak-anak) seperti baru-baru ini dihebohkan di AS. Karena para pendeta itu manusia juga yang membutuhkan penyaluran nafsu seksual. Islam memberikan solusi; nikmati duniamu dan jangan lupa akhiratmu, jadikanlah dunia sebagai bekal akhirat nanti.
Dan carilah pada apa yang telah Allah anugerahkan kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (Al-Qashash 77).
Suci
Mengenai kitab suci mereka, masihkah dikatakan suci jika setiap saat direvisi sesuai dengan hawa nafsu manusia sehingga beredar istilah KJV (King James Version) yang menunjukkan status revisinya. Masihkah dikatakan wahyu tuhan jika seenaknya manusia merubahnya, mungkin lebih tepat disebut karangan manusia. Sehingga timbul pertentangan antara satu ayat dengan ayat lainnya, kata-kata vulgar dan hal-hal yang tidak masuk akal. Sedangkan Al-Quran merupakan mu’jizat Allah swt yang nyata saat ini (bisa dibuktikan dengan indra kita), dimana hingga saat ini tidak ada yang mampu merubah dan menirunya. Jika ada yang mencoba-coba menirunya, maka akan segera ketahuan bedanya karena Allah swt telah menjaganya hingga hari kiamat nanti.
Jika kamu masih ragu tentang kebenaran Al-Quran yang Kami turunkan kepada hamba Kami Muhammad, cobalah kamu buat satu surat saja yang sama dengan Al-Quran itu (Al-Baqarah 23).
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Quran dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya (Al-Hijr 9).
Demikianlah sedikit penjelasan, mudah-mudahan makin mengokohkan keislaman kita. Akhirul kalam.
Katakanlah: Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah (Ali Imran 64).
Wallhua’lam
0 comments:
Post a Comment