MAFAHIM ISLAM

MEMAHAMI ISLAM DENGAN MUDAH

Oleh: Azhari

Perayaan natal baru saja berlalu, kita saksikan tingkah polah manusia yang mengaku umat Islam berlaku seperti orang-orang non-muslim. Mulai dari menggunakan topi khas sinterklas yang berwarna merah-putih di pentas musik, acara TV dan karyawan mall/restoran, memberikan ucapan selamat natal, hingga ikut menghadiri perayaan natal.

Presiden SBY & Wapres JK menghadiri perayan natal di Istora Senayan tanggal 27 Desember, sebelumnya Wapres JK juga menghadiri perayaan natal di rumah petinggi Golkar Theo Sambuaga.Lihat 1 Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin juga menghimbau umat Islam untuk tidak menghindari ucapan selamat natal dan menghadiri perayaan natal.Lihat 2

Meskipun tahun 1981 ketika MUI di pimpin oleh Buya Hamka telah memfatwakan keharaman mengucapkan selamat natal dan menghadiri perayaannya, tetapi di anggap angin lalu saja oleh mereka karena kekeliruan pemahaman mereka tentang toleransi. Disamping itu para pemimpinnya memberikan contoh yang buruk kepada masyarakat dengan melakukan hal-hal yang diharamkan Islam.

Begitulah kondisi masyarakat kita yang terbiasa meniru (tasyabbuh) kebiasaan umat yahudi dan nasrani, mulai dari meniru budaya mereka hingga ikut-ikutan merayakan hari besar mereka.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik; suatu saat Nabi memasuki kota Madinah setelah menempuh perjalanan, di dalam kota suasana ramai selama 2 hari. Nabi bertanya: ”Suasana kota ini ramai, ada apa gerangan?” Jawab orang-orang: ”Kami mengadakan suatu permainan untuk menyambut hari raya jahiliyah” Kemudian Nabi bersabda: ”Sesungguhnya Allah telah menggantinya dengan hari raya qurban dan fitri” (HR Abu Dawud).Lihat 3, hal 73

Hadits di atas menunjukkan bahwa di masa kepemimpinan Nabi di Madinah, hari raya jahiliyah masih dijalankan oleh pemeluknya. Kemudian Nabi memerintahkan umat Islam untuk tidak ikut-ikutan merayakannya karena telah menggantinya dengan 2 hari raya Islam (Iedul Adha dan Fitri), artinya Islam menghapuskan hari raya non-muslim dan menggantinya dengan 2 hari raya Islam. Lantas bagaimana bisa para pemimpin yang mengaku Islam itu ikut-ikutan merayakan natal bersama kaum non-muslim, sedangkan sudah jelas larangan dari Rasulullah saw?

Bahkan mereka menghimbau agar umat Islam tidak menghindari ucapan selamat natal dan perayaan natal, ini sama saja menda’wahkan kebathilan. Ketika masyarakat mengikuti kebathilan atas anjuran sang pemimpin maka dia harus menanggung dosa ratusan, ribuan bahkan jutaan orang yang menjalankan kebathilan tersebut.

Siapa yang mengajak kejalan kebenaran, maka dia memperoleh pahala sebanyak yang diterima oleh orang-orang yang mengikutinya, tidak kurang sedikit juapun. Dan siapa yang mengajak kejalan kesesatan, maka dia memperoleh dosa sama banyak dengan dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak kurang sedikit juapun (HR Muslim).

Sejengkal demi sejengkal umat Islam mengikuti kebiasaan mereka, akhirnya terjerumus kepada kerusakan aqidah dengan meyakini kebenaran agama mereka (inklusivisme).

”Sungguh kamu akan mengikuti (dan meniru) tradisi umat-umat sebelum kamu bagaikan bulu anak panah yang serupa dengan bulu anak panah lainnya, sampai kalaupun mereka masuk ke liang biawak niscaya kamu akan masuk ke dalamnya pula”. Sebagian sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, orang-orang Yahudi dan Nasranikah?” Beliau menjawab: ”Siapa lagi (kalau bukan mereka)?” (HR Bukhari dan Muslim).

Membedakan diri dengan non-muslim merupakan tujuan dari syari’at Islam sehingga jelas identitas seorang muslim, perbedaan dalam hal peribadatan, penampilan diri, perilaku, ucapan dan lain-lain.Lihat 3, hal 83 Islam itu unik dan seharusnya penampilan dan perilaku umat Islam juga unik, ketika sulit dibedakan antara umat Islam dengan mereka maka pasti ada yang salah dengan pemahaman Islam kita. Rasulullah saw selalu memerintahkan kaum muslimin untuk berbeda dengan non-muslim dalam berbagai hal.

Perbedaan antara puasa kita dengan puasa ahli kitab (yahudi dan nasrani) adalah makan sahur (HR Muslim).

Potonglah kumis kalian dan biarkanlah jenggot kalian. Berbedalah dengan orang-orang Majusi (HR Muslim).


Dalam riwayat yang panjang Abu Dawud menguraikan sikap Rasulullah saw tidak meniru cara memanggil umat lain untuk beribadah, kaum yahudi dengan membunyikan terompet, kaum nasrani dengan membunyikan lonceng, sedangkan Rasulullah saw menggunakan azan setelah mempertimbangkan pendapat dari Abdullah bin Zaid dan Umar bin Khaththab.Lihat 3, hal 56

Hikmah dari Rasulullah saw yang ummi merupakan kemuliaannya karena dengan demikian Beliau hanya mengambil dari apa yang diajarkan oleh Allah swt, bebas dari segala pengaruh budaya asing (non-muslim).Lihat 4, hal 37

Jika kita meyakini bahwa Islam agama yang paling diridhai Allah swt maka tidak ada jalan lain selain mengambil dari sumbernya yakni al-Quran dan as-sunnah. Hindarkan meniru (tasyabbuh) budaya dan kebiasaan non-muslim, tidak perlu takut karena di anggap tidak bertoleransi, toleransi boleh tetapi bukan dalam kerangka aqidah dan ibadah.

Wallahua’lam.

Maraji’:
1. Detik.com, 25 Desember 2007: Kalla Bersyukur Pelaksanaan Natal Berlangsung Aman
2. Detik.com, 24 Desember 2007: Din tidak larang hadiri perayaan & ucapkan selamat natal.
3. Tidak meniru golongan kafir, Ibnu Taimiyah, Pustaka Mantiq, cetakan I, Oktober 1993.
4. Siapakah Muhammad saw itu?, Mutawalli Asy-Sya'rawi, Penerbit Cendekia, cetakan I, Juni 2001.

0 comments:

AZHARI

AZHARI

Renungan

KEBERANIANKU TIDAK AKAN MEMPERPENDEK UMURKU

KETAKUTANKU TIDAK AKAN MEMPERPANJANG UMURKU

AKU AKAN TERUS BERJUANG SEMAMPUKU

UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN

HINGGA ALLAH MEMANGGILKU PULANG

ALLAHU AKBAR !



free counters

Pernyataan

Silahkan mengutip artikel di blog ini karena hak cipta hanya milik Allah swt.