Tabuik berasal dari kata “tabut” yang dalam bahasa Arab artinya “mengarak”, disamping itu ada pula yang meyakini bahwa istilah tabuik berasal dari kata “tabot” yakni peti mati yang berisi jenazah Hasan dan Husein yang kemudian di bawa oleh Buraq ke langit.
Tradisi tabuik dimulai sejak tahun 1831, kemungkinan besar di bawa oleh serdadu Tamil (Syi’ah) yang ikut pasukan Inggris ketika menjajah Bengkulu tahun 1826. Pasca perjanjian Inggris–Belanda tahun 1829, Inggris menyerahkan Sumatera kepada Belanda dan Belanda menyerahkan Singapura kepada Inggris. Ketika Inggris meninggalkan Bengkulu dan kembali ke Singapura, pasukan Inggris dibubarkan dan serdadu Tamil memilih bertahan di Bengkulu dan akhirnya menetap di Pariaman.Lihat 1 Perpaduan ritual Syi’ah Tamil dan budaya Pariaman inilah yang diyakini membentuk tradisi tabuik dan langgeng hingga kini. Di Bengkulu tradisi mirip tabuik dengan nama “tabot”.
Tabuik sangat kental dengan ritual keagamaan yang di anut Syi’ah, karena tujuan utama ritual ini adalah untuk memperingati kematian Sayyidina Hasan dan Husein putra Ali bin Abi Thalib atau cucu Rasulullah saw di Padang Karbala. Sayyidina Husein terbunuh dengan kepala terpenggal dan jari putus di tangan pasukan Yazid bin Mu’awiyah pada 10 Muharram 61 H. Kematian ini menimbulkan duka yang mendalam bagi kaum muslimin terutama di kalangan Syi’ah.
Terkait dengan memperingati kematian Husein maka tabuik juga dilengkapi dengan ritual yang menggambarkan peristiwa tersebut, antara lain: 1) Maambiak tanah, dilakukan oleh 2 kelompok berbeda (pasa dan subarang) dan dimasukkan ke dalam daraga (rumah tabuik) sebagai simbol kematian Husein. 2) Manabang batang pisang, seorang laki memotong batang pisang dengan pedang sebagai simbol ketajaman pedang Husein. 3) Maatam, membawa peralatan ritual tabuik berjalan mengelilingi daraga ketika ba’da dzhuhur sebagai simbol kesedihan mendalam atas terbunuhnya Husein. 4) Maarak Panja, sebagai simol putusnya jari Husein saat perang. 5) Maarak saroban, sebagai simbol bahwa Husein telah terbunuh secara tidak wajar. Berikutnya tabuik di arak keliling kota dan akhirnya di larung ke laut (pantai Gandoriah) sebagai simbol buang sial.Lihat 1, juga 2
Tabuik berbadan kuda, bersayap dan berkepala wanita cantik, ini menggambarkan bentuk “Buraq” yakni binatang ghaib yang membawa jasad Hasan dan Husein ke langit. Di belakang buraq di buat tiang setinggi 15 m dan di hias warna-warni, diatasnya sejumlah payung mengelilingi peti mati (Husein). Tabuik biasanya di buat 2 buah (pasa dan subarang), harga satu tabuik berkisar 20 juta rupiah.
Tabuik di gotong 40-50 orang (mirip menggotong sesajen di Jawa) dan selama arak-arakan diteriakkan “Hoyak Hosen” sehingga tradisi tabuik dinamakan juga Hoyak Hosen atau Hoyak Tabuik, sebetulnya kata Hoyak Hosen berasal dari “Hayya Husein” (hidup Husein!) sebagai ungkapan kecintaan kepada Husein. Akhirnya ketika matahari terbenam tabuik di larung ke laut sebagai pembuang sial, ini mirip larung sesajen ke laut yang dilakukan oleh masyarakat Pantai Jawa. Pesta ini berlangsung selama 10 hari, mulai tangal 1 hingga 10 Muharram dan menghabiskan biaya sekitar 170 juta rupiah. Tabuik dijadikan aset Pariwisata kota Pariaman dan diadakan setiap tahun. “Piaman tadanga langang, batabuik mangkonyo rami”
Ritual untuk memperingati kematian Husein juga diadakan oleh negara-negara yang banyak penganut Syi’ah seperti Iran, India dan Pakistan tetapi dengan cara yang berbeda. Penganut Syi’ah berpawai dijalanan memukul-mukul badan dengan tangan, pedang atau rantai hingga berdarah-darah, sebagai simbol penderitaan Husein saat kematiannya.
Ritual Syi’ah
Ketika Khalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan telah tua, Beliau ingin mengangkat anaknya Yazid bin Mu’awiyah sebagai pengganti dirinya. Kenyataannya banyak sahabat yang menentang pengangkatan Khalifah berdasarkan keturunan ini, padahal Kekhilafahan dalam Islam bukanlah sebuah Kerajaan. Untuk memaksakan rencananya, Khalifah Mu’awiyah mengancam dengan pedang tokoh-tokoh Madinah agar membai’at Yazid sebagai Khalifah pengganti dirinya. Tetapi beberapa sahabat konsisten dengan sikapnya dan tetap menentang pengangkatan Yazid, diantaranya Husein bin Ali, Abdullah bin Umar dan Abdullah bin Zubair.
Sebagai bentuk perlawanan Husein terhadap Yazid, Beliau meninggalkan Hijaz bersama keluarganya menuju Kufah karena memiliki banyak pendukung disana, Husein ketika itu berusia 57 tahun.
Pasukan Yazid yang di pimpin oleh Ibnu Ziyad menghadang dan mengepung rombongan Husein di Karbala. Terjadi pertempuran yang tidak seimbang karena pasukan Husein hanya 70 orang melawan 4.000 pasukan Yazid. Husein akhirnya terbunuh bersama seluruh pasukannya, sedangkan wanita dan anak-anak di tawan oleh pasukan Yazid. Tangan Husein terputus dan kepalanya di penggal, kepala ini kemudian diserahkan kepada Yazid sebagai bukti atas terbunuhnya Husein. Keturunan Husein yang selamat adalah Ali Zainal Abidin bin Husein (anak Husein). Lihat 3, hal 118-126
Tabuik dan Kemaksiaatan
Tradisi tabuik ini bukan berasal dari Madzhab Sunni yang di anut sebagian besar kaum muslimin di dunia (termasuk Indonesia), tradisi ini berasal dari Syi’ah yang banyak melakukan kesesatan antara lain mencaci-maki para sahabat Rasulullah saw, tidak mengambil periwayatan hadits selain dari jalur Ali bin Abi Thalib ra, Imam-imam yang ma’sum sepert Nabi, melegalkan kawin mut’ah (kawin kontrak) dan menggunakan konsep taqiyyah (berbohong). Lihat 4, juga 5
Begitu banyak kemaksiaatan yang terjadi selama penyelenggara tabuik, antara lain:
1) Melarung tabuik ke laut untuk buang sial adalah sebuah kemusyrikan, karena takdir baik-buruk adalah hak prerogatif Allah swt, bukan dengan larung tabuik (Minang) atau larung sesajen (Jawa).
Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak seorangpun yang dapat menahannya. Dan apa saja yang di tahan oleh Allah, maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana (Fathir 2).
2) Mengeluarkan uang puluhan juta untuk membuat tabuik dan kemudian membuangnya ke laut adalah bentuk kemubaziran. 3) Ritual-ritual yang dilakukan sebelum mengarak tabuik seperti: maambiak tanah, manabang batang pisang, maatam, maarak panja dan maarak saroban adalah amalan bid’ah yang sama sekali tidak diajarkan oleh Islam. 4) Membuat patung adalah perbuatan yang diharamkan oleh Islam. 5) Campur aduk (ikhtilath) antara laki-laki dan wanita di larang oleh Islam, Islam memisahkan kehidupan laki-laki dan wanita. 6) Acara yang di mulai pagi hari dan berakhir saat Maghrib, berapa ratus/ribu orang yang telah melalaikan shalat Dzuhur, Ashar dan Maghrib.
Kita harus mencintai Rasulullah saw, keluarga dan sahabatnya, tetapi penampakan bentuk kecintaan itu tidak boleh berlebihan dan bertentangan dengan Islam. Kecintaan yang mengabaikan hukum Islam akan menjerumuskan kepada kemaksiaatan, kultus individu hingga kemusyrikan.
Wallahua’lam
Sumber Bacaan:
1. http://padangmedia.com/: Tabuik: dari Budaya ke Pariwisata
2. http://www.sinarharapan.co.id/: ”Hoyak Tabuik” Tetap Menggoyang
3. Husein Pejuang Sejati, Abbas Mahmud al-Aqqad, Pustaka Azzam, cetakan I, Juni 2002.
4. Menyingkap Kesesatan Aqidah Syi’ah, Abdullah bin Muhammad, Jaringan Pembelaan Terhadap Sunnah, tanpa cetakan dan tahun.
5. Mengapa Saya Keluar dari Syi’ah, Sayid Husain al-Musawi, Pustaka Al-Kautsar, cetakan I, Februari 2002.
Sebagai bentuk perlawanan Husein terhadap Yazid, Beliau meninggalkan Hijaz bersama keluarganya menuju Kufah karena memiliki banyak pendukung disana, Husein ketika itu berusia 57 tahun.
Pasukan Yazid yang di pimpin oleh Ibnu Ziyad menghadang dan mengepung rombongan Husein di Karbala. Terjadi pertempuran yang tidak seimbang karena pasukan Husein hanya 70 orang melawan 4.000 pasukan Yazid. Husein akhirnya terbunuh bersama seluruh pasukannya, sedangkan wanita dan anak-anak di tawan oleh pasukan Yazid. Tangan Husein terputus dan kepalanya di penggal, kepala ini kemudian diserahkan kepada Yazid sebagai bukti atas terbunuhnya Husein. Keturunan Husein yang selamat adalah Ali Zainal Abidin bin Husein (anak Husein). Lihat 3, hal 118-126
Tabuik dan Kemaksiaatan
Tradisi tabuik ini bukan berasal dari Madzhab Sunni yang di anut sebagian besar kaum muslimin di dunia (termasuk Indonesia), tradisi ini berasal dari Syi’ah yang banyak melakukan kesesatan antara lain mencaci-maki para sahabat Rasulullah saw, tidak mengambil periwayatan hadits selain dari jalur Ali bin Abi Thalib ra, Imam-imam yang ma’sum sepert Nabi, melegalkan kawin mut’ah (kawin kontrak) dan menggunakan konsep taqiyyah (berbohong). Lihat 4, juga 5
Begitu banyak kemaksiaatan yang terjadi selama penyelenggara tabuik, antara lain:
1) Melarung tabuik ke laut untuk buang sial adalah sebuah kemusyrikan, karena takdir baik-buruk adalah hak prerogatif Allah swt, bukan dengan larung tabuik (Minang) atau larung sesajen (Jawa).
Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak seorangpun yang dapat menahannya. Dan apa saja yang di tahan oleh Allah, maka tidak seorangpun yang sanggup untuk melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana (Fathir 2).
2) Mengeluarkan uang puluhan juta untuk membuat tabuik dan kemudian membuangnya ke laut adalah bentuk kemubaziran. 3) Ritual-ritual yang dilakukan sebelum mengarak tabuik seperti: maambiak tanah, manabang batang pisang, maatam, maarak panja dan maarak saroban adalah amalan bid’ah yang sama sekali tidak diajarkan oleh Islam. 4) Membuat patung adalah perbuatan yang diharamkan oleh Islam. 5) Campur aduk (ikhtilath) antara laki-laki dan wanita di larang oleh Islam, Islam memisahkan kehidupan laki-laki dan wanita. 6) Acara yang di mulai pagi hari dan berakhir saat Maghrib, berapa ratus/ribu orang yang telah melalaikan shalat Dzuhur, Ashar dan Maghrib.
Kita harus mencintai Rasulullah saw, keluarga dan sahabatnya, tetapi penampakan bentuk kecintaan itu tidak boleh berlebihan dan bertentangan dengan Islam. Kecintaan yang mengabaikan hukum Islam akan menjerumuskan kepada kemaksiaatan, kultus individu hingga kemusyrikan.
Wallahua’lam
Sumber Bacaan:
1. http://padangmedia.com/: Tabuik: dari Budaya ke Pariwisata
2. http://www.sinarharapan.co.id/: ”Hoyak Tabuik” Tetap Menggoyang
3. Husein Pejuang Sejati, Abbas Mahmud al-Aqqad, Pustaka Azzam, cetakan I, Juni 2002.
4. Menyingkap Kesesatan Aqidah Syi’ah, Abdullah bin Muhammad, Jaringan Pembelaan Terhadap Sunnah, tanpa cetakan dan tahun.
5. Mengapa Saya Keluar dari Syi’ah, Sayid Husain al-Musawi, Pustaka Al-Kautsar, cetakan I, Februari 2002.

0 comments:
Post a Comment