MAFAHIM ISLAM

MEMAHAMI ISLAM DENGAN MUDAH

Oleh: Azhari

Akhirnya pemerintah menetapkan 1 Syawal 1429 H jatuh pada hari Rabu tanggal 1 Oktober 2008, setelah 25 titik pengamatan ru’yat di seluruh wilayah Indonesia tidak melihat hilal. Sementara negara Arab Saudi, Qatar, Yaman dan Uni Emirat Arab menetapkan 1 Syawal 1429 H pada hari Selasa 30 September 2008 karena hilal sudah terlihat (TV Al-Jazera). Ketetapan negara-negara Arab ini kemudian diikuti oleh sebagian ormas Islam di Indonesia, sehingga mereka berbeda dengan pemerintah RI dalam berlebaran.

Uniknya, hanya di Indonesia yang selalu terjadi perbedaan antara ketetapan pemerintah dengan ormas-ormas Islam, di banyak negara umumnya ketetapan negara berlaku untuk semua golongan sehingga tidak ada hari raya yang berbeda dalam satu negara. Hanya di Indonesia! Indonesia banget!

Sehingga pemerintah berencana tahun depan membuat kriteria yang sama dalam penentuan awal Ramadhan, 1 Syawal dan Idul Adha. Lantas, apa yang dimaksud dengan ”kriteria yang sama”? Metode apa yang dipakai: hisab atau ru’yat? Ru’yat yang mana: global atau lokal? Apa konsekuensinya jika masih ada ormas yang ”mbalelo” dan tidak mau ikut ketetapan pemerintah? Waktu yang akan menjawab semua itu.

Metode Hisab, Lemah Bagai Sarang Laba-laba

Organisasi Muhammadiyah dan Persis menggunakan hitung-hitungan astronomi (hisab astronomi) dalam menetapkan hari raya, metode ini dianggap akurat dan sangat kecil kemungkinan kesalahannya.

Tetapi metode hisab astronomi sangat lemah karena Al-Quran dan as-sunnah tegas-tegas menyatakan bahwa metode yang benar dengan ”Melihat Hilal” dan ini berlaku selamanya. lihat 2 hal 36; juga 3 hal 12, juga 4 hal 282

Karena dalam metode hisab astronomi masih ada unsur dugaan (tidak pasti), kepastian adanya hilal atau tidak hanya dengan melihat hilal, bukan dengan menghitung kapan datangnya. Metode ru’yat mudah, sederhana dan bisa dilakukan dengan teknologi sangat rendah sekalipun. Yang penting, ahli ru’yat disamping seorang muslim yang adil, baligh dan berakal, juga seorang yang penglihatannya bagus, memahami metode ru’yat dan terpercaya (tsiqah). Begitulah Allah swt memudahkan agama ini buat kaum muslimin, maka nikmat Tuhan mana yang kamu dustakan: fabiayyi aalaai rabbikumaa tukazzibaan.

Metode Ru’yat, Ini Pendapat yang Sahih

Metode ru’yat (pengamatan) dilakukan dengan melihat hilal di saat Maghrib menjelang, menggunakan mata telanjang atau dengan alat bantu. Metode ini adalah metode yang paling benar sesuai dengan Al-Quran dan as-sunnah.

Barangsiapa yang melihatnya (hilal) maka hendaknya ia berpuasa (Al-Baqarah 185).

Berpuasalah kalian apabila melihat hilal (Ramadhan) dan berbukalah kalian apabila melihat hilal (Syawwal). Lalu apabila mendung menghalangi kalian, maka sempurnakanlah hitungan sya’ban sampai tiga puluh hari (HR Bukhari & Muslim).

Bahwa seorang Arab Badui datang kepada Rasulullah saw seraya berkata:”'Saya telah melihat hilal (Ramadhan)”, Rasulullah saw lalu bertanya: ”Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”, Orang itu menjawab: ”Ya”, Kemudian Nabi saw menyerukan: ”Berpuasalah kalian” (HR Abu Dawud, An-Nasa`i, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas).


Ru’yat Lokal, Sudah Ketinggalan Zaman

Setelah kita memastikan bahwa metode hisab astronomi tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah saw dan memastikan bahwa metode ru’yat yang sahih. Sekarang tinggal satu masalah lagi, apakah menggunakan metode Ru’yat Lokal atau Global?

Ru’yat Lokal adalah hasil ru’yat yang hanya berlaku untuk daerah matla’ (daerah yang terlihat hilal), metode Ru’yat Lokal (matla’) berdasarkan Hadits Kuraib.

Kuraib ra meriwayatkan, ”Aku pergi ke Syam. Pada saat aku berada disana, muncullah hilal Ramadhan dan aku saksikan sendiri hilal itu pada malam Jum’at. Kemudian pada akhir bulan, aku datang kembali ke Madinah dan ditanyai oleh Ibnu Abbas ra, kemudian teringat olehnya hilal”, Katanya: ”Bilakah kalian melihat itu?”, ”Kami melihatnya pada malam Jum’at”, ujarku. ”Apakah engkau sendiri melihatnya?”, tanya Ibnu Abbas pula. ”Benar, jawabku. juga di lihat oleh orang banyak. Hingga mereka berpuasa, termasuk diantaranya Mu’awiyah”, ”Tetapi kami melihatnya malam Sabtu, kata Ibnu Abbas. Hingga kami akan terus berpuasa hingga cukup 30 hari entah kalau kelihatan sebelum itu”, ”Tidakkah cukup menurut engkau penglihatan dan berpuasanya Mu’awiyah?”, tanya aku. ”Tidak, ujarnya, Begitulah perintah Rasulullah saw kepada kami” (HR Ahmad, Muslim dan Tirmidzi).

Hadits ini hasan sahih dan gharib menurut kitab Fiqih Sunnah. lihat 1 hal 33-34; juga 3 hal 14

Hadits Kuraib merupakan ijtihad Ibnu Abbas ra dan bukanlah hadits dari Rasulullah saw, Ibnu Abbas ra berijtihad berdasarkan sabda Rasulullah saw: ”Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah karena melihatnya” Ijtihad Ibnu Abbas ra ini menyelisihi hadits yang diriwayatkan oleh jama’ah sahabat Anshar:

Mereka berkata: ”Hilal Syawal tertutup mendung lalu kami berpuasa pada pagi harinya. Lalu pada akhir hari ada kafilah datang lalu mereka bersaksi pada Rasulullah saw bahwa kemarin mereka telah melihat hilal lalu beliau menyuruh manusia berbuka pada hari itu juga dan agar mereka keluar untuk shalat ied pada pagi harinya” (HR Mutafaq’alaihi, kecuali Tirmidzi).

Ketika memperoleh kabar dari kafilah yang datang dari luar kota Madinah bahwa hilal telah terlihat di daerah lain, Rasulullah saw langsung memerintahkan para sahabat untuk berbuka pada sore itu juga, kemudian shalat ied besok paginya. Hadits Kuraib yang merupakan ijtihad Ibnu Abbas ra terbantahkan dengan hadits dari jama’ah sahabat Anshar, sehingga Ru’yat Lokal bukanlah pendapat yang kuat. lihat 4 hal 283-284

Ru’yat Lokal juga berdasarkan pendapat Imam Syafi’i dimana jika ada kesamaan matla’ (daerah yang terlihat hilal) maka wajib berpuasa untuk daerah itu saja, sementara umat yang berada di luar matla’ berlebaran sesuai dengan hasil ru’yat-nya sendiri. Radius matla’ ditetapkan oleh Imam Syafi’i sejauh 24 farsakh atau kira-kira 133 km (1 farsakh= 5,541 km), hal ini karena keterbatasan teknologi informasi saat itu (kuda yang berlari) dalam menyampaikan informasi ke daerah sekitar matla’. lihat 3 hal 13; juga 2 hal 35-36; juga 4 hal 282

Sementara dengan teknologi informasi saat ini dengan cepat bisa disebarkan hasil ru’yat ke seluruh negeri kaum muslimin, sehingga pendapat Imam Syafi’i tidak kuat lagi untuk kondisi saat ini, sesuai dengan ucapan terkenal Imam Syafi’i:

“Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan hadits Rasulullah saw, peganglah hadits Rasulullah saw itu dan tinggalkanlah pendapatku itu”

Ru’yat Global, Pendapat Mayoritas Imam Mazhab

Ru’yat Global adalah ru’yat yang berlaku untuk seluruh dunia. Jika suatu negeri kaum muslimin telah melihat hilal maka segera informasi ini disebarkan ke seluruh negeri-negeri kaum muslim yang lain, maka diseluruh dunia kaum muslimin berlebaran di saat yang sama. lihat 1, hal 33, juga 4 hal 280-281, juga 2 hal 35 Tidak ada lagi sekat-sekat batas negara dan suku bangsa (nasionalisme) karena begitulah aqidah Islam.

Hilal bisa saja tidak terlihat pada negeri yang waktunya lebih awal karena: 1) sudut derajat masih rendah atau 2) cuaca mendung. Sementara ketika bulan melewati negeri kaum muslimin berikutnya maka hilal memungkinkan bisa terlihat, sehingga kewajiban semua negeri kaum muslimin untuk mengikuti ketetapan negeri yang telah melihat hilal.

Jumhur 3 Imam Mazhab Imam Hanafi, Maliki dan Hanbali menganut Ru’yat Global, hanya Imam Syafi’i yang menganut Ru’yat Lokal (matla’). lihat 2 hal 35 Seperti telah dijelaskan di atas, pendapat Ru’yat Lokal Imam Syafi’i tidak sesuai lagi dengan perkembangan teknologi informasi saat ini.

Jika kita teliti lafadz hadits tentang melihat hilal maka kita temukan makna yang jelas tentang kebenaran Ru’yat Global. Lafadz haditsnya berbunyi demikian:

Shuumuu liru’yatihi wa afthiruu liru’yatihi fain ghubbbaya ’alaikum fa akmiluu ’iddata sya’baana tsalaatsiina yauman (rawahul bukhaarii wa muslim).

Dhamir jama’ah pada dua kata SHUUMUU (berpuasalah kalian) dan AFTHIRUU (berbukalah kalian) terdapat huruf WAWU yang menunjukkan bentuk jamak yang ditujukan kepada seluruh kaum muslimin.

Begitu juga lafadz RU’YATIHI (melihat bulan) terdapat huruf HA yang merupakan isim jinsi yang diidhafatkan (disandarkan) pada dhamir (kata ganti), artinya jika salah satu dari kalian melihat hilal maka berpuasa atau berbukalah. lihat 4 hal 281

Dengan demikian hadits di atas bermakna:

Berpuasalah kalian (semua kaum muslim) apabila (salah satu dari kalian) melihat hilal (Ramadhan) dan berbukalah kalian (semua kaum muslim) apabila (salah satu dari kalian) melihat hilal (Syawwal). Lalu apabila mendung menghalangi kalian, maka sempurnakanlah hitungan sya’ban sampai tiga puluh hari (HR Bukhari & Muslim).

Menurut Imam Syafi’i cukup satu orang laki-laki yang melihat hilal, sementara menurut Imam Hanafi, Maliki dan Hanbali minimal disaksikan oleh dua orang laki-laki. lihat 2 hal 38-39, juga 3 hal 20 Dalam hal ini tidak berlaku prinsip mayoritas (demokrasi), meskipun telah di sebar 25 titik pengamatan ru’yat tetapi jika satu atau dua orang melihat hilal maka seharusnya ditetapkan hilal sudah terlihat.

Wilayatul Hukmi, Apa Pula Ini?

Jika pendapat Imam Syafi’i dijalankan secara konsisten maka wilayah Indonesia terkotak-kotak menjadi banyak matla’ (ikhtilaaful mathaali’), sehingga memungkinkan berbeda-beda waktu berlebaran untuk masing-masing matla’.

Jika ru’yat dilakukan di Jakarta maka ketetapan hasil ru’yat hanya berlaku hingga radius 24 farsakh (133 km), artinya satu kesatuan matla’ hanya sampai daerah Anyer sedangkan Lampung, Palembang, Jateng, Jatim dan daerah lain harus melakukan ru’yat sendiri-sendiri.

Tercerai-berainya umat karena perbedaan matla’ maka di ambil jalan kompromi dengan konsep ”Wilayatul Hukmi”, dimana hasil ru’yat berlaku untuk satu kesatuan hukum negara Indonesia. Dimana konsep wilayatul hukmi ini tidak mengikuti pendapat 3 Imam Mazhab (Imam Hanafi, Maliki dan Hanbali) yang menganut Ru’yat Global, juga tidak mengikuti pendapat Imam Syafi’i yang menganut Ru’yat Lokal. Jadi bukan pendapat siapa-siapa.

Bagaimana pula dengan fatwa ulama agar kaum muslimin satu negara berlebaran bersama pemerintah setempat (wilayatul hukmi) demi persatuan, tentu saja ini fatwa politis yang dasarnya maslahat. Sementara pendapat yang sesuai dengan syari’at adalah Ru’yat Global. Bagaimana bisa maslahat mengalahkan syari’at?

Khatimah

Dalam menetapkan 1 Syawal saja kaum muslimin dari berbagai negeri tidak kompak, bagaimana mungkin bisa menyelesaikan hal-hal yang lebih besar seperti: membebaskan negeri-negeri kaum muslimin Palestina, Afghanistan, Iraq, Kashmir, Chechnya dan Mindanao dari penjajahan zionis yahudi dan salibis; menghentikan penjarahan sumber daya alam oleh kafir barat; menghadang budaya hedonis yang merusak kehidupan; atau menyelamatkan umat dari ideologi sesat sekulerisme, pluralisme dan liberalisme.

Sehingga dibutuhkan sebuah Institusi yang bertujuan adanya satu komando dalam beribadah (amrul imaami yarfa’ul khilafa: perintah Imam/Khalifah menghilangkan perbedaan), menyatukan seluruh negeri-negeri kaum muslimin yang tersebar lebih dari 50 negara, menjalankan syari’at Islam secara kaaffah dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, memiliki izzah atas penghinaan musuh-musuh Islam, serta menyebarkan cahaya Islam ke seluruh dunia melalui da’wah dan jihad.

Wallahua’lam

Maraji’:

1. Fiqih Sunnah (fiqhus sunnah), Sayyid Sabiq, Pena Pundi Aksara, cetakan 3, Januari 2008.
2. Puasa Menurut Empat Mazhab (al-fiqh ’ala al-madzahib al-arba’ah), Abdurrahman Al-Jaziri, Penerbit Lentera, cetakan 3, November 1998.
3. Menyelami Makna Hadits Ramadhan (syarh ahadits ash shiyam), Nadhim bin Muhammad bin Sulthan al-Misbah, Al-I’tishom Cahaya Umat, cetakan 1, Oktober 2003.
4. Mafahim Islamiyah, Muhammad Husain Abdullah, Al-Izzah, cetakan 1, Februari 2003.

2 comments:

ustadz, mhn ijin share tulisannya ya..ilmu yg satu ini update terus soalnya, terutama saat ini yg kondisinya tetep aja seperti tahun2 yg sdh lewat :(

Tafadhal akhie

AZHARI

AZHARI

Renungan

KEBERANIANKU TIDAK AKAN MEMPERPENDEK UMURKU

KETAKUTANKU TIDAK AKAN MEMPERPANJANG UMURKU

AKU AKAN TERUS BERJUANG SEMAMPUKU

UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN

HINGGA ALLAH MEMANGGILKU PULANG

ALLAHU AKBAR !



free counters

Pernyataan

Silahkan mengutip artikel di blog ini karena hak cipta hanya milik Allah swt.