Oleh: Azhari
Jika anda lewat di daerah Bantar Gebang Bekasi maka akan tercium bau menyengat karena merupakan tempat pembuangan sampah, puluhan truk sampah dari Jakarta memasuki Bekasi setiap harinya dan membuang sampahnya disana. Sampah yang menggunung dan busuk itu adalah gambaran dunia yang fana ini, semua barang yang dipakai kemudian menjadi usang/rusak, semua yang di makan kemudian menjadi kotoran. Sementara akhirat, secuil yang tersisa berupa harta-harta yang diinfakkan dan digunakan di jalan Allah swt, sementara sebagian besarnya tidak menghasilkan apa-apa.
Sungguh aneh manusia bekerja keras untuk meraih kebahagian dunia, sementara dia lupa untuk meraih kebahagiaan akhirat. Bekerja keras mencari harta, menumpuk-numpuknya, sementara yang kita bawa ke alam kubur hanya beberapa helai kain kafan yang dilapisi kapas. Tidak lebih!
Adalah sungguh aneh orang yang merasa sedih atas kehilangan hartanya, sementara dia tidak sedih kehilangan/berkurangnya umurnya yang seharusnya digunakan untuk memperbanyak bekal akhirat. Lebih aneh lagi, mengadakan pesta ulang tahun secara meriah, padahal seharusnya dia merenung karena semakin sedikit umur yang tersisa. Kehilangan sesuatu kok malah bergembira dan berpesta?
Karena umur ini merupakan modal dari Allah swt, maka menghadapi dunia ini seharusnya seperti pedagang yang melakukan hitung-hitungan untung-rugi. Berapa banyak ibadah yang saya tinggalkan, berapa banyak kemaksiaatan yang saya lakukan, apalagi amal yang harus saya lakukan dan bertaubat untuk mengimbangi tumpukan dosa yang telah saya tabung?
Dunia adalah perlombaan, start-nya saat akhil baliq, finish-nya kematian dan pialanya syurga. Jika kita ingin meraih kemenangan maka harus bersungguh-sungguh dalam menghadapi perlombaan, adalah perbuatan nekad jika tidak serius menghadapi perlombaan ini. Fatal akibatnya, neraka pialanya.
Adapun orang yang melampui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya (An-Nazi’at 37-41).
Lantas bagaimana kita menghadap kehidupan dunia ini, apa tidak boleh bekerja keras dan menjadi kaya. Islam mengajarkan kita untuk bekerja keras dan tidak melarang seseorang menjadi kaya, tetapi jangan sampai kesibukan dan kekayaan itu melenakan kita sehingga melupakan akhirat. Seharusnya apa yang dikerjakan dunia merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan akhirat.
Hai orang-orang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi (Al-Munafiqun 9).
Islam mengajak zuhud terhadap dunia dan seisinya, tetapi bukan berarti sama sekali menghindarkan diri dari segala kehidupan dan menyibukkan diri hanya beribadah kepada Allah swt seperti yang dilakukan para rahib, biksu dan pendeta. Mereka mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan oleh Allah swt. Yang dimaksud zuhud adalah, tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama sehingga kemewahan dunia melenakannya sehingga lalai untuk ta’at kepada Allah swt. Tetapi menjadikan dunia sebagai persiapan menuju akhirat, dunia dan akhirat sebuah jalan panjang yang saling tersambung.
Karena kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta. Betapa banyak orang kaya yang mengalami rasa takut, cemas, putus asa, depresi, bahkan bunuh diri karena jiwanya kosong dari iman. Kebahagiaan hakiki tergantung kadar keimanan seseorang, karena keimanan menghasilkan keikhlasan, kesabaran dan harapan.
Orang yang beriman tidak akan pernah mengalami kegoncangan jiwa. Dia tahu bahwa rezekinya tidak akan di ambil oleh orang lain sehingga hatinya tenang. Dia tahu amalnya tidak tergantung orang lain, untuk itu dia menyibukkan diri beribadah kepada-Nya. Dia tahu bahwa kematian datangnya tiba-tiba, untuk itu dia mempersiapkan dengan sungguh-sungguh. Dia tahu Allah swt mengawasinya maka ia malu bermaksiat kepada-Nya.
Mudah-mudahan menjadi renungan bagi saya yang masih saja lalai memperjuangkan akhirat, juga bagi kaum muslimin lainnya.
Wallahua’lam
Bahan bacaan:
1. Menyikapi Kehidupan Dunia Negeri Penuh Cobaan (ad-dunyaa zhillun zaail), Abdul Malik bin Muhammad al-Qasim, Pustaka Ibnu Katsir, cetakan 1, Maret 2005.
2. Keseimbangan antara Kebutuhan Akal, Jasmani dan Rohani (at-tawazun baina ar-ruh wa al-aqli wal jasad), Marwan al-Kadiri, Penerbit Cendekia, cetakan 1, Juni 2004.
3. Taujih Ruhiyah Pesan Spiritual Penjernih Hati (wahaatu al-iman), Abdul Hamid al-Bilali, Penerbit An-Nadwah, cetakan VI, Oktober 2005.

0 comments:
Post a Comment