MAFAHIM ISLAM

MEMAHAMI ISLAM DENGAN MUDAH

Oleh: Azhari

Beberapa hari lalu saya memperoleh buku berjudul “Shalat Jadi Obat” karangan Madyo Wratsongko, dilengkapi dengan VCD-nya. Sudah lama saya ingin menulis tentang shalat dan manfaatnya bagi kesehatan, yakni ketika pertama kali saya membaca buku “Pelatihan Shalat Khusyu” karangan Abu Sangkan. Berbeda dengan buku “Shalat Jadi Obat” (158 halaman) yang menjelaskan manfaat shalat bagi kesehatan jasmani, “Pelatihan Shalat Khusyu” lebih menekankan manfaatnya bagi kesehatan rohani.

Saya tergerak untuk membahas hal ini karena dari sisi ilmu-ilmu modern, bagus juga ada ilmuwan mengungkapkan manfaat ibadah bagi kesehatan manusia. Sama halnya ketika ilmuwan mengungkapkan keajaiban al-Quran dalam menjawab sains dan teknologi yang datang belakangan. Tetapi kita harus hati-hati jangan sampai terjebak dengan manfaatnya saja, sehingga ketika menjalankan shalat maka fikiran terfokus bahwa tujuan shalat agar saya tetap sehat (jasmani dan rohani).

Kita sudah pernah bahas dan pahami bahwa amal di nilai ibadah karena 2 hal: 1) Ikhlas (untuk mengharap ridha Allah swt.), 2) Shawwab (memenuhi ketentuan fiqih ibadah berdasarkan al-Quran dan assunnah). Ketika poin 1 yakni niat ikhlas berubah menjadi tujuan kesehatan maka amal yang dilakukan tidak lagi memenuhi syarat untuk diterima sebagai ibadah, dengan kata lain tidak ada pahalanya. Sama halnya, ketika shalat ingin di puji mertua atau shalat karena malu ketahuan tidak shalat.

Buku setebal 136 halaman ini menjelaskan bahwa shalat yang khusyu’ itu seharusnya memberikan ketenangan batin (rileks) bagi pelakunya. Ada beberapa hal pernyataan yang agak membingungkan seperti pada saat shalat ruh lepas dari tubuh kita, sama halnya ketika kita sedang tidur (halaman 15 dan 86), tapi hal ini kita tidak akan bahas karena kita fokus kepada shalat dan manfaatnya bagi kesehatan.

Beberapa kutipan dari buku Pelatihan Shalat Khusyu’:

Shalat berbeda dengan olah raga, karena shalat sepenuhnya bersifat terapi, baik fisik maupun jiwa. Halaman 51

Kebanyakan orang mengira, bahwa jumlah bacaan dalam setiap gerakan shalat dijadikan sebagai ukuran waktu selesainya sikap berdiri, duduk dan rukuk, maupun sujud. Padahal bacaan itu bukanlah sebuah aba-aba dalam shalat kita. Setiap bacaan yang diulang-ulang merupakan aspek meditasi, auto terapi, auto sugesti, berdo’a, mencari inspirasi, penyembuhan, menunggu intuisi atau petunjuk, bahkan untuk menemukan sebuah ketenangan yang dalam. Halaman 55

Sebenarnya kita melakukan shalat adalah untuk melatih ruhani dan fisik, sebagaimana orang-orang melatih dirinya dengan meditasi, yoga atau yang lainnya, sehingga kita mendapatkan dampak yang baik setelah menjalankan shalat, baik secara kejiwaan maupun jasmani. Halaman 87

Sikap ini harus dilanjutkan dengan melatih jiwa kita dengan terapi kalimat yang penting dalam bacaan rukuk. Pengulangan kalimat ini mengandung vibrasi yang sangat kuat dalam mempengaruhi kejiwaan kita, apabila dilakukan dengan benar dan bersikap meditatif. Halaman 88

Fiqih atau Rasa Rileks

Jika shalat tidak memberikan rasa rileks maka shalat kita tidak sempurna, meskipun secara fiqih semua syarat telah terpenuhi. Menurut Abu sangkan, karena shalat tidak hanya untuk memenuhi fiqih shalat yang diperoleh melalui otak kiri, tetapi juga harus memberikan efek meditasi yakni rasa rileks yang diperoleh melalui otak kanan. Akibatnya, shalat menimbulkan rasa jenuh karena hanya menggunakan logika hukum (fiqih), tidak bisa memberikan ketenangan (rasa rileks). Lihat 1 hal 43

Jadi jika anda shalat telah memenuhi ketentuan fiqih shalat tetapi tidak memberikan rasa rileks yang dihasilkan dari proses meditasi dengan menggunakan otak kanan, maka shalat anda belum sempurna. Sebuah pernyataan yang tidak berdasarkan tuntunan assunnah, karena Rasulullah saw bersabda, Shalluu kamaara aytumuunii ushallii; shalatlah engkau sebagaimana melihat aku shalat (HR Bukhari). Artinya, tata cara shalat (fiqih) mengikuti apa yang dicontohkan Rasulullah saw, contoh ini tentu saja dalam bentuk gerakan dan bacaan, bukan rasa rileks.
Bahkan kalau perlu disekitar tempat shalat diberikan wewangian sehingga tubuh dan otak merasa istirahat dengan tenang. Lihat 1 hal 67 Jadi meditasi (gerakan dan bacaan shalat) disertai dengan aroma terapi (wewangian di sekitar shalat). Lengkap sudah, shalat dianggap sebagai proses meditasi, sama halnya dengan yoga yang dilengkapi dengan aroma terapi.

Niat atau Khusyu’

Jika seseorang berniat ketika mau shalat, sementara selama shalat fikirannya terpecah atau tidak fokus pada shalat, fikirannya melayang jauh dari aktifitas shalatnya. Menurut Abu Sangkan, niatnya telah salah, karena definisi niat adalah suatu perbuatan dengan kesadaran penuh. Lihat 1 hal 47

Sebetulnya yang dimaksud niat oleh Abu Sangkan adalah “khusyu” Ketika niat sudah diucapkan di awal shalat, kemudian di tengah shalat fikirannya melayang kemana-mana maka ini bukan niatnya yang salah tetapi shalatnya tidak khusyu’. Jadi Abu Sangkan mencampuradukkan antara makna NIATdan KHUSYU’.

Rasulullah saw bersabda, “Innamal a’malu binniat”; semua amal tergantung pada niatnya. Dalam kitab Raudhatul Thalibin karangan Iman Nawawi, niat shalat untuk melakukannya, seperti shalat zuhur dan shalat fardu lainnya, maksud hatinya ini dinyatakan bersamaan dengan melakukan takbiratul ihram. Lihat 3 hal 99

Artinya proses niat dalam shalat dilakukan bersamaan ketika tangan di angkat saat takbiratul ihram. Bukannya sepanjang shalat berniat terus menerus dan fikiran tidak terpecah, dua hal yang berbeda antara niat dan khusyu’.

Khatimah

Apa konsekuensinya jika umat diberikan pemahaman bahwa shalat bertujuan untuk memberikan rasa rileks dan pengobatan? Jika orang melakukan shalat dengan tujuan untuk mendapatkan rasa rileks dan pengobatan, maka niatnya telah salah karena tujuan shalat seharusnya untuk mencapai ridha Allah swt. Ketika niatnya salah maka salah satu syarat sebuah amal di nilai ibadah tidak terpenuhi yakni ikhlas, jika syarat ibadah tidak terpenuhi maka amalnya sia-sia dan tidak berpahala.

Jadi, niat awal harus diluruskan dulu bahwa shalat untuk memenuhi kewajiban kepada Allah swt (An-Nisa’ 103), tata caranya dengan mengikuti seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw (assunnah). Sampai disini selesai, masalah nanti setelah shalat membuat fikiran tenang dan badan sehat maka itu efek sampingan dari mengerjakan shalat, bukan syarat sah atau tidaknya shalat.

Sesungguhnya shalat itu wajib atas orang-orang beriman pada waktu yang telah ditentukan (An-Nisa' 103).

Wallahua’lam

Maraji’:
1. Pelatihan Shalat Khusyu’, Abu Sangkan, Baitul Ihsan, cetakan 5, Mei 2005
2. Shalat Jadi Obat, Madyo Wratsongko, Elex Media Komputindo, cetakan 1, 2008
3. Sifat Shalat Nabi, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayah, cetakan 10,
Desember 2000

0 comments:

AZHARI

AZHARI

Renungan

KEBERANIANKU TIDAK AKAN MEMPERPENDEK UMURKU

KETAKUTANKU TIDAK AKAN MEMPERPANJANG UMURKU

AKU AKAN TERUS BERJUANG SEMAMPUKU

UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN

HINGGA ALLAH MEMANGGILKU PULANG

ALLAHU AKBAR !



free counters

Pernyataan

Silahkan mengutip artikel di blog ini karena hak cipta hanya milik Allah swt.