Oleh: Azhari
Suatu ketika Khalifah Umar bin Khaththab mengunjungi tentara bantuan dari Yaman, Umar bertanya siapakah diantara mereka yang bernama Uwais bin Amir al-Qarni. Lalu mereka memberi tahu seorang yang bernama Uwais bin Amir Al-Qarni
Setelah melakukan klarifikasi bahwa Uwais adalah orang yang dimaksud maka Umar menyampaikan hadits:
Suatu saat nanti akan datang seorang laki-laki yang bernama Uwais bin Amir dari Murad dan kemudian dari Qaran bersama bala bantuan tentara dari negeri Yaman. Laki-laki tersebut dulu mempunyai penyakit kusta yang sudah sembuh kecuali bekasnya sebesar uang logam dirham. Ia mempunyai seorang ibu yang sangat dicintai dan ia sangat berbakti kepadanya. Apabila kamu dapat memintanya agar ia memohonkan ampun kepada Allah untukmu maka lakukanlah! (HR. Muslim).
Wahai Uwais!, mohonkanlah ampun Allah untukku. Kemudian Uwais berdo’a memohonkan ampun kepada Allah untuk Umar bin Khaththab.
Umar bin Khaththab salah seorang sahabat utama masih perlu minta dido’akan oleh seorang Uwais, begitu besarnya kekuatan do’a yang dilakukan orang saleh sehingga Allah swt mengabulkan do’a tersebut.
Tapi zaman sekarang do’a sudah hilang kesakralannya. Do’a bisa jadi bahan lawakan dengan
Do’a merupakan ibadah, sama seperti halnya shalat, puasa dan ibadah lainnya, setiap ibadah ada tuntunannya dari Rasulullah saw. Karena sudah ada aturannya maka tidak perlu lagi melakukan improvisasi dalam berdo’a, terlalu kreatif malah tidak bernilai apa-apa dihadapan Allah swt.
Do’a akan mendekatkan kita kepada Allah swt (taqarrub ilallah) karena Allah swt sangat menyukai hamba-Nya yang berdo’a, orang yang malas berdo’a dianggap sombong karena dianggap tidak membutuhkan Allah swt.
Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (Al-Mu’min 60).
Barangsiapa yang tidak berdo’a, Allah marah kepadanya (HR. Ahmad dan Bukhari).
Waktu yang tepat untuk berdo’a agar dikabulkan Allah swt (mustajab) saat sehabis shalat, sujud terakhir, shalat tahajud, diantara dua khutbah Jum’at, diantara azan dan iqamat. Makanan haram dan memutuskan silaturahmi menghalangi terkabulnya do’a.
Saat seorang hamba yang paling dekat dengan Rabb-nya adalah ketika ia bersujud, oleh karenanya perbanyaklah berdo’a (disaat sujud) (HR. Muslim).
Doa antara adzan dan iqamat itu tidak tertolak (HR. At-Tirmidzi).
Berdo’a sebaiknya seperti yang sering di baca oleh Rasulullah saw, atau boleh juga berdo’a sesuai dengan kebutuhan dan dengan bahasa yang dimengerti.
Beberapa adab berdo’a antara lain: bersuci, menghadap kiblat, dimulai dengan pujian kepada Allah swt dan shalawat Nabi saw, tenang dan tidak tergesa-gesa ingin dikabulkan, khusyu’ dan dengan suara pelan.
Do’a salah seorang dari kalian akan dikabulkan selagi tidak terburu-buru dengan mengucapkan: ”Aku telah berdo’a tapi mengapa belum juga dikabulkan’’ (HR. Bukhari dan Muslim).
Wallahua’lam
Sumber bacaan:
Penyakit Ilmu, Abu Abdullah Muhammad bin Sa’id Raslan, Cendekia Sentra Muslim, cetakan 1, Mei 2007
0 comments:
Post a Comment