Sudah
menjadi kebiasaan masyarakat kita saat kedatangan Kepala Negara, Pejabat, atau
tokoh masyarakat mereka memberikan sikap hormat dengan berdiri. Dalam acara
peresmian sebuah gedung biasanya Presiden dan pejabat datang belakangan, pada
saat mereka datang para hadirin berdiri menyambutnya.
Seorang pejabat seharusnya melayani rakyat bukannya minta dilayani, diagungkan dan dihormati berlebihan. Kebiasaan seperti ini bisa menciptakan rasa sombong, arogan dan ujung-ujungnya berbuat dzalim kepada rakyat. Sikap/perilaku seseorang akan menggambarkan kebijakannya.
Berbeda halnya jika yang datang seorang miskin atau rakyat jelata, tidak ada yang mengacuhkan. Kemuliaan/keagungan seseorang tidak di ukur dengan cara ukuran manusia, tetapi di ukur dengan cara Allah swt yakni kemuliaan berdasarkan ketaqwaannya. Bisa jadi, kaum miskin (dhuafa) dan rakyat jelata lebih mulia kedudukannya dihadapan Allah swt dibandingkan mereka yang diagungkan manusia itu.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa diantara kamu (Al-Hujurat 13).
Islam
memang menganjurkan menghormati Penguasa dan Ulama, tetapi ada batas
penghormatan yang tidak boleh dilakukan. Penghormatan dengan cara berdiri
dilarang oleh Islam, penghormatan seharusnya dilakukan dengan mengucapkan salam
dan menjabat tangannya.
Para ulama terdahulu jika Penguasa berkunjung tetap duduk ditempatnya meskipun para hadirin berdiri. Ini sebagai bentuk konsistensi dalam menjalankan al-Quran dan assunnah, tidak ada rasa takut di beri label membangkang. Hal ini terjadi ketika Khalifah (Kepala Negara) Ma’mun berkunjung, semua orang berdiri kecuali Syaikh Ali bin al-Ja’d. Ketika di tanya Khalifah kenapa Syaikh tidak berdiri maka Syaikh menyebutkan hadis berikut:
Barangsiapa
yang suka jika orang-orang berdiri untuknya maka tempatnya di dalam neraka (HR.
Bukhari).
Dalam hadis lain:
Tak
seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat dari-pada Rasulullah saw,
tetapi bila mereka melihat Rasulullah saw (hadir) mereka tidak berdiri untuk
beliau. Sebab mereka mengetahui bahwa beliau membenci hal tersebut (HR.
At-Tirmidzi).
Seorang Rasul yang agung tidak mau dihormati dengan cara berdiri,
apa hak mereka yang kebetulan punya jabatan merasa layak dihormati dengan cara
berdiri. Apakah mereka merasa lebih agung daripada Rasulullah saw?
Sementara
para Kiai/Ustadz yang merasa layak dihormati dengan cara berdiri karena alasan
keilmuannya. Adakah manusia yang lebih tinggi ilmu agamanya dibandingkan
Rasulullah saw yang menerima langsung wahyu dari Allah swt?
Walhasil, tidak ada satu alasanpun yang membenarkan pejabat, Kiai atau tokoh masyarakat dihormati cara berdiri. Kebiasaan ini menimbulkan rasa kesenangan dihormati (gila hormat) sehingga melahirkan sikap sombong, bahkan arogan.
Dalam hal berdiri menyambut tamu, mengucapkan salam dan menjabat tangannya dengan tujuan memuliakan tamu masih dibolehkan, hal ini sebagai wujud memuliakan tamu yang dianjurkan oleh Islam.
Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya (Muttafaq
‘alaih).
Wallahua’lam
Sumber
bacaan:
Inilah
Cara Bertamu Menurut Tuntunan Rasulullah saw, Ibrahim bin Fathi bin Abdul
Muqtadir, Darus Sunnah, cetakan 1, September 2005
0 comments:
Post a Comment