MAFAHIM ISLAM

MEMAHAMI ISLAM DENGAN MUDAH


Oleh: Azhari


Mengadopsi (mengangkat) anak biasanya dilakukan dengan mengambil anak yatim dan dhu’afa, membesarkan, mendidik dan mengasuhnya hingga anak-anak ini mempunyai masa depan lebih baik. Ada juga pasangan yang sulit mempunyai anak “memancing” dengan cara mengadopsi anak, meskipun secara ilmiah sulit dibuktikan kebenarannya. Mengadopsi anak adalah perbuatan mulia, terutama jika dilakukan terhadap anak yatim dan dhu’afa tetapi beberapa hal harus diperhatikan agar tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Orang tua angkat yang memperlakukan anak adopsi seperti anak kandung sendiri sah-sah saja selama perlakuan sebatas tidak membedakan kasih sayang antara anak kandung dan anak adopsi/angkat. Tetapi jika perlakuan menyangkut masalah nasab (keturunan), warisan dan perwalian maka anak adopsi berbeda dengan anak kandung.

Nasab (keturunan)

Anak adopsi tidak boleh dinasabkan kepada orang tua angkatnya dengan menambahkan nama orang tua angkat dibelakang namanya, misal: menambahkan nama Fahruddin untuk orang tua angkat yang bernama Fahruddin. Anak adopsi tetap menggunakan nama orang tua kandung dibelakang namanya.

Rasulullah saw mengadopsi Zaid, budak dari Khadijah, menjadi anaknya sendiri sehingga sering di panggil oleh masyarakat sebagai Zaid bin Muhammad. Allah swt menurunkan surah Al-Ahzab ayat 5 tentang larangan menggunakan nama bapak angkat, kemudian Rasulullah saw kemudian mengganti nama Zaid bin Muhammad menjadi Zaid bin Haritsah (Haritsah ayah kandung Zaid).

Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka (Al-Ahzab 5).

Rasulullah saw menegaskan,
Siapa-siapa yang memanggil seseorang kepada yang bukan nama bapaknya, sedangkan dia tahu bukan bapaknya maka diharamkan kepadanya masuk syurga (HR. Bukhari dan Muslim).

Kasus penambahan nama belakang ini juga terjadi ketika seorang istri menambahkan nama suami dibelakang namanya, misal: Nia Ramadhani yang menikahi keluarga Bakrie mengganti namanya secara legal melalui Pengadilan menjadi Ramadhania Ardiansyah Bakrie. Hal ini lazim terjadi di Indonesia, istri pejabat, pengusaha atau orang biasa menambahkan nama suami dibelakang namanya. Seorang wanita menikah dengan seorang laki-laki bukannya menjadi istri tetapi menjadi anak dari suaminya. Ini perbuatan bathil yang bertentangan dengan Islam, istri tetap harus dinasabkan kepada bapaknya, bukan suaminya.

Warisan

Anak adopsi tidak mempunyai hak waris karena warisan hanya diberikan kepada ahli waris yang berhubungan nasab dengan pewaris. Hubungan nasab antara lain istri, suami, anak, cucu, bapak, ibu, saudara dan seterusnya (An-Nisa’ 11-12), dalam hal ini anak adopsi tidak termasuk ahli waris.

Lantas bagaimana agar anak adopsi terjamin kehidupannya sepeninggal orang tua angkatnya? Jaminan hidup bisa diberikan dalam bentuk hibah ketika orang tua angkat masih hidup atau dengan meninggalkan wasiat untuk memberikan sebagian harta kepada anak adopsi, wasiat tidak boleh melebihi 1/3 harta waris. Dengan demikian sang anak bisa melanjutkan kehidupannya dan membiayai pendidikan hingga bisa mandiri.

Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapa dan karib kerabatnya secara ma’ruf, (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa (Al-Baqarah 180).

Perwalian

Anak adopsi yang telah baligh diperlakukan seorang yang bukan mahram, mereka tidak boleh melihat aurat, berkhalwat dan bersentuhan dengan orang tuanya. Jika anak adopsi seorang wanita maka saat menikah orang tua kandungnya yang berhak menjadi wali atau keluarga laki-laki yang senasab dengannya, bukan orang tua angkatnya.

Sangat penting menjelaskan kepada anak adopsi siapa orang tua kandungnya, sehingga mereka tahu siapa orang yang senasab dengan dirinya, untuk mencegah mereka menikah dengan orang-orang yang haram dinikahinya. Misal, karena tidak tahu siapa orang tua kandungnya kemudian menikahi saudaranya sendiri dan ini pernah terjadi.

Mereka diharamkan mengawini ibu, anak perempuan, saudara perempuan, keponakan perempuan, mertua perempuan dan lain-lain (An-Nisa’ 23-24).

Walhasil, adopsi yang dibolehkan Islam dalam hal memberikan kehidupan (makanan, pakaian dan tempat tinggal), pengasuhan dan pendidikan hingga mereka mandiri. Dilarang memperlakukan anak adopsi seperti anak kandung dalam hal nasab, warisan dan perwalian.

Wallahua’lam

0 comments:

AZHARI

AZHARI

Renungan

KEBERANIANKU TIDAK AKAN MEMPERPENDEK UMURKU

KETAKUTANKU TIDAK AKAN MEMPERPANJANG UMURKU

AKU AKAN TERUS BERJUANG SEMAMPUKU

UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN

HINGGA ALLAH MEMANGGILKU PULANG

ALLAHU AKBAR !



free counters

Pernyataan

Silahkan mengutip artikel di blog ini karena hak cipta hanya milik Allah swt.