Penyerangan terhadap jama’ah Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang Banten pada 6 Februari 2011 mengakibatkan 3 orang jama’ah Ahmadiyah meninggal dan 5 orang luka-luka, rumah hancur dan kendaraan di bakar. Hal ini terjadi karena Ahmadiyah dianggap melanggar peraturan SKB 3 Menteri No.3 tahun 2008 dalam hal menyebarkan paham Ahmadiyah. Kejadian ini berulang untuk yang kesekian kalinya, sebelumnya terjadi di Parung Bogor, Sukabumi, Kuningan Cirebon, Ciampea Bogor, Makasar, NTB dan berbagai daerah lainnya.
Ketidaktegasan sikap pemerintah untuk membubarkan Ahmadiyah menjadi penyebab utama kasus ini berulang, sehingga menjadi duri dalam daging bagi umat Islam dan menimbulkan konflik horizontal. Padahal banyak negara di dunia telah menetapkan Ahmadiyah sebagai non-muslim, bahkan di negeri asal Ahmadiyah sendiri di India dan Pakistan.
Pemerintah dan berbagai Ormas mengutuk penyerangan atas Ahmadiyah karena mengganggu kerukunan beragama, media cetak dan elektronik berlomba-lomba memberitakan kekerasan yang dialami Ahmadiyah tanpa melihat akar masalahnya. Yang di sorot hanya penyerangan terhadap Ahmadiyah tetapi sadarkah mereka bahwa Ahmadiyah sendiri telah melakukan penyerangan dan penghinaan terhadap aqidah umat Islam, penyerangan apa yang lebih dahsyat daripada menghina sebuah agama?
Pernyataan Kenabian
Kekerasan yang dialami Ahmadiyah akibat ulahnya sendiri yang mengaku Islam tetapi mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi. Hal ini sama saja menghina umat Islam, mengaku Islam tetapi tidak mau mengakui Muhammmad saw sebagai nabi terakhir.
Dalam kitab Al-Khutbatul-Islamiyah Mirza mengaku menerima wahyu dari Allah swt dengan memberi nama AHMAD. Surah Ash-Shaf ayat 6 yang mengabarkan kedatangan seorang Rasul bernama Ahmad dinisbatkan kepada Mirza.
"Bahwasanya Allah sendirilah yang memberi nama Ahmad padaku, ini sebagai pujian untukku di bumi serta di langit"
Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: "Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku yaitu Taurat, dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)" (As-Shaf 6).
"Jika orang benar-benar meneliti maksud Al-Qur'an itu (surah As-Shaf ayat 6 tadi) maka akan mengetahui bahwa yang dimaksud dengan nama AHMAD bukanlah Nabi Muhammad saw tetapi seorang Rasul yang diturunkan Allah swt pada akhir zaman sekarang ini. Bagi kami ialah Hazrat (Mirza Ghulam) AHMAD Al-Qadiani" (Suara Ansharullah, majalah bulanan Ahmadiyah, no. 3 dan 4). 1
Tidak cukup menyatakan kenabiannya, Mirza juga menyatakan bahwa mereka yang mengingkari kenabiannya termasuk kafir dan kekal dalam neraka.
“Perlu diingat bahwa untuk menyatakan mereka yang mengingkari kenabianku adalah kafir merupakan hak para nabi pembawa syari’ah dan perintah Tuhan” (kitab Tiryaq al-Qulub halaman 130).
“Aku telah memperoleh wahyu bahwa siapa saja yang tidak mengikutimu dan tidak menyatakan sumpah setia kepadamu maka orang yang durhaka kepada Tuhan dan nabi-Nya akan menjadi penghuni neraka” (kitab Mi’yar al-Akhyar halaman 8).
Semua umat Islam yang belum menyatakan keimanannya kepada Mirza Ghulam Ahmad, al-Masih yang dijanjikan, apakah mereka telah mendengar namanya atau belum, mereka adalah kafir dan telah keluar dari Islam” (kitab Aina’ Sadaqat halaman 35). 3
Analoginya begini, anda membeli sebuah rumah dan telah ditempati selama 20 tahun, rumah tersebut telah di renovasi sehingga menjadi rumah idaman yang nyaman. Suatu hari datang seorang kenalan menginap di rumah anda, setelah menginap 2 hari dan pada hari ke 3 dia katakan bahwa rumah ini miliknya dan mengusir anda dari rumah tersebut.
Begitulah perlakuan Ahmadiyah terhadap Islam. Agama Islam di bawa oleh Muhammad saw tahun 600-an Masehi, 1.200 tahun sebelum kedatangan Mirza. Pada tahun 1.800-an Masehi Mirza menyatakan bahwa dia seorang nabi, Islam menjadi miliknya, umat Islam yang tidak mengakuinya keluar dari Islam (murtad) dan masuk neraka.
Wajar saja umat Islam yang saat ini sekitar 1,5 milyar orang bereaksi, di berbagai dunia Ahmadiyah dinyatakan bukan Islam. Tidak terkecuali di Indonesia, MUI tahun 1980 telah berfatwa menyatakan Ahmadiyah bukan Islam, sesat dan menyesatkan, berbagai demonstrasi menuntut pembubaran Ahmadiyah dan konflik horizontal sering terjadi menolak keberadaan Ahmadiyah.
Dilain hal, dengan tidak mengakui Muhammad saw sebagai nabi terakhir maka Ahmadiyah telah menghina Islam sebagai agama yang tidak sempurna sehingga butuh Mirza dan Ahmadiyah untuk menyempurnakannya. Padahal surah Al-Maidah 3 dengan tegas menyatakan bahwa Islam adalah agama terakhir dan telah sempurna diturunkan oleh Allah swt.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu (Al-Maidah 3).
Disamping mengingkari Muhammad saw sebagai nabi terakhir, Ahmadiyah juga mengingkari kesucian Al-Quran dengan membuat kitab suci sendiri yang bernama Tazkirah.
Kitab Tazkirah berisi ayat-ayat yang merupakan bajakan dari Al-Quran dan di campur dengan wahyu versi Mirza. Kitab suci Ahmadiyah (Tazkirah) ini hampir 2 kali lebih tebal dari Al-Quran. Salah satu wahyu yang diterima Mirza adalah:
Wahai Ahmad-Ku, engkau adalah tujuan-Ku dan bersama-Ku. Engkau terhormat pada pandangan-Ku dan bersama-Ku. Aku memilih engkau untuk diri-Ku. Katakanlah: ‘Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian. Dan Dia mengasihi kalian. Dan Dia Maha Penyayang diantara para penyayang’ (Tazkirah halaman 224).
Dua alinea pertama wahyu versi Mirza dan dua alinea berikutnya merupakan bajakan dari Al-Quran surah Ali Imran 31 dan surah Yusuf 64. 2
Hati-hati Pengkhianatan Ahmadiyah
Ahmadiyah berdiri di Qadian India tahun 1889, dimana saat itu Inggris menjajah India. MIrza sama sekali tidak ikut melakukan perlawanan terhadap penjajahan Inggris, malah menghamba kepada penjajah dan menjadi mata-mata Inggris. Untuk memuluskan jalan Inggris menjajah India, Mirza menghapus hukum jihad.
“Aku percaya, ketika para pengikutku semakin bertambah, orang-orang yang meyakini jihad pasti akan semakin berkurang. Karena menerimaku sebagai Imam Mahdi dan Isa al-Masih berarti ia harus menolak doktrin jihad” (Kitab Tabligh Risalat halaman 17).
Bagian terbesar dari kehidupanku telah aku tempuh untuk mendukung dan membela pemerintah Inggris, dan aku telah menulis banyak buku mengenai jihad dan kewajiban sikap loyal kepada Inggris” (kitab Tiryaq al-Qulub halaman 15). 3
Ketika rakyat India berperang mengusir penjajah Inggris, Ahmadiyah malah membela Inggris dan menjadi mata-mata Inggris. Wajar saja Ahmadiyah dimusuhi sebagian besar rakyat India sehingga Inggris melindunginya, bahkan hingga kini Ahmadiyah tetap eksis dan berpusat di Inggris.
Jika suatu saat Indonesia di jajah oleh kekuatan asing, ini bukan mustahil akan terjadi seperti saat ini AS menjajah Iraq dan Afghanistan, tentu kaum muslimin Indonesia berjuang di jalan Allah swt untuk mengusir penjajah. Hanya dua kemenangan akan diperoleh; 1) Penjajah terusir dan kaum muslimin memperoleh kemuliaan (izzah), atau 2) Mati syahid dan syurga sebagai balasannya.
Tetapi jangan heran jika jama’ah Ahmadiyah di Indonesia tidak ikut berjuang mengusir penjajah karena Ahmadiyah tidak mengakui hukum jihad. Ahmadiyah akan menjadi mata-mata musuh dan melemahkan perjuangan kaum muslimin Indonesia. Ini lebih berbahaya dari musuh yang sebenarnya karena mereka musuh dalam selimut. Waspadalah, kejadian pengkhianatan Ahmadiyah di India yang berpihak kepada penjajah Inggris bisa terjadi ketika suatu saat Indonesia di jajah oleh kekuatan asing, mereka akan berpihak kepada penjajah dan menjadi mata-mata musuh.
Solusi Buat Ahmadiyah
Konflik antara umat Islam dan Ahmadiyah sudah berlangsung dalam waktu yang lama, hal ini seharusnya menjadi perhatian pemerintah dan ada kebijakan yang tegas dari pemerintah. Yang pasti, umat Islam tidak akan pernah berhenti berjuang agar Ahmadiyah dibubarkan, tidak ada yang rela rumahnya (Islam) di rampas orang lain, tidak ada yang sudi agama dan nabinya di hina oleh orang lain.
Sehingga hanya ada 2 solusi buat Ahmadiyah, seperti yang disampaikan Menag dan MUI; 1) Kembali kepangkuan Islam sebagai mu’alaf, 2) Membuat agama/aliran kepercayaan baru. Dengan membuat agama sendiri di luar Islam maka Ahmadiyah mendapat perlakuan sebagai non-muslim, sebagaimana dengan non-muslim dari Kristen, Budha, Hindu dan Konghucu yang hidup berdampingan dengan Islam.
Tetapi tampaknya konflik Ahmadiyah ini selalu dipelihara oleh musuh-musuh Islam sehingga umat Islam disibukkan dengan urusan internalnya. Akibatnya umat Islam lupa memperjuangkan agenda yang lebih besar yakni tegak syari’at Islam dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. Sebagaimana Inggris memelihara Ahmadiyah untuk melemahkan perjuangan kaum muslimin India.
Disisi lain, hal yang janggal ketika tokoh-tokoh non-muslim ikut mengomentari penyerangan terhadap Ahmadiyah karena ini urusan “dalam negeri” atau “rumah tangga” umat Islam. Mereka tidak perlu ikut campur dengan agama orang lain, biarkan umat Islam mengurus urusannya sendiri, bukankah umat Islam juga tidak pernah ikut campur dengan berbagai jenis sekte agama mereka.
Wallahua’lam
Maraji’:
1. Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah, Abdullah Hasan Alhadar
2. Ahmadiyah dan Pembajakan Al-Quran, M. Amin Djamaluddin, Pesantren Al-Qalam, cetakan 1, tahun 1997
3. Tikaman Ahmadiyah Terhadap Islam, Sayid Abul Hasan Ali Nadwi, Penerbit Fadlindo, cetakan 2, Maret 2006
0 comments:
Post a Comment