Oleh:
Azhari
Dalam
kitab Fiqih Sunnah karangan Syaikh Sayyid Sabiq, seorang ulama Mesir,
menjelaskan bagaimana persaudaraan dalam Islam.
Ikatan
umat Islam berdasarkan aqidahnya, bukan dari warna kulit, suku, bangsa, bahasa
dan ikatan lainnya. Islam memandang sama saja status seseorang yang berkulit
hitam kelam dengan yang berkulit putih. Tidak ada kasta-kasta berdasarkan suku
seperti dalam agama Hindu.
Sehingga
di masa Rasulullah saw sahabat terdiridari berbagai suku bangsa dan sama-sama
dimuliakan oleh Rasulullah saw; Umar dan Abu Bakar dari suku Arab Quraisy,
Bilal yang hitam dari Afrika, Salman dari Persia dan Suhail dari Rumawi.
Ketika
seseorang telah memeluk Islam maka statusnya bersaudara,
Sesungguhnya
orang yang beriman itu bersaudara (Al-Hujurat 10).
Seorang
mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti bangunan, yang satu menguatkan
sebagian yang lain (HR Muslim).
Islam
datang mempersatukan suku bangsa dan menghindari perpecahan. Membela segala
sesuatu selain aqidah Islam terlarang, ini dikenal dengan sikap ‘ashabiyyah
(nasionalisme, kesukuan, warna kulit, bahasa, golongan dan ikatan lainnya),
Bukan
dari golongan kami orang-orang yang menyeru kepada 'ashabiyyah, orang yang
berperang karena 'ashabiyyah, serta orang yang mati karena 'ashabiyyah (HR Abu
Dawud).
Tidak
ada ikatan yang lebih kuat/kokoh daripada ikatan aqidah Islam, ikatan seagama
yakni Islam. Kenyataan saat ini, meskipun sesama Islam bermusuh-an karena
membela suku, kampung, partai dan golongan, hal ini karena mereka tidak
memahami konsep persaudaraan dalam Islam.
0 comments:
Post a Comment