Dalam kitab “Untuk Setiap Muslim” karangan Prof. Abdullah al-Mushlih dan Prof. Shalah ash-Shawi menguraikan tentang aqidah, syari’at dan adab.
Umat Islam meyakini sumber ajaran Islam berasal dari al-Quran dan assunnah (hadits).
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Quran) dan Rasul (assunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (An-Nisa’ 59).
Konsekuensi keyakinan ini bahwa:
1. Setiap aturan hanya bersumber dari al-Quran dan assunnah, barangsiapa yang meyakini dan menggunakan hukum/aturan diluar Islam berarti dia telah keluar dari Islam.
Kondisi saat ini hanya secuil hukum Islam yang dijadikan panduan kehidupan antara lain dalam hal ibadah dan mu’amalah, sementara sebagian besar hanya ada di dalam kitab-kitab fiqih dan tidak dijalankan/diamalkan.
Hukum Islam yang masih digunakan saat menikah, pembagian hak waris dan ibadah mahdhah (pribadi). Sedangkan masalah ekonomi menggunakan sistem ribawi dan kapitalisme, hukum peradilan menggunakan hukum Belanda (penjajah pergi hukumnya masih tertinggal dan tidak ikut terbawa), kehidupan sosial mengikuti budaya materialisme barat.
2. Keta’atan hanya kepada Allah swt dan rasul-Nya, keta’atan kepada selain Allah swt seperti orang tua, suami, atasan dan pemimpin dibolehkan selama tidak bermaksiaat kepada Allah swt.
Jadi dibolehkan istri membantah suaminya jika melaranganya pakai jilbab, atau meninggalkan suatu acara karena harus menunaikan shalat.
3. Musyawarah boleh dilakukan selama tidak ada dalilnya, hal yang mubah dan masalah ijtihadiyah. Tapi jika Islam telah menetapkan hukumnya maka tidak ada lagi celah untuk musyawarah.
Haram hukumnya Pemda bermusyawarah menentukan lokalisasi pelacuran karena zina jelas-jelas haram, atau tidak boleh DPR bermusyawarah membuat UU Perbankan ribawi karena riba diharamkan.
0 comments:
Post a Comment