MAFAHIM ISLAM

MEMAHAMI ISLAM DENGAN MUDAH

Oleh: Azhari

Setelah muncul data-data hasil penghitungan suara Pemilu 2004, mulai terlihat peta kekuatan masing-masing partai dan mungkin hanya dua partai yang cukup puas dengan hasil pemilu ini, PKS dan Partai Demokrat yang memperoleh peningkatan suara yang signifikan. Sedangkan partai-partai pemain lama perolehan suaranya merosot tajam, mungkin rakyat sudah muak dengan tingkah laku mereka selama ini dan ingin perubahan kearah yang lebih baik.

Seperti diramalkan banyak orang bahwa golput akan membengkak, dari 147 juta orang yang berhak memilih hanya 93 juta suara yang masuk. Lihat 7 Artinya, ada 54 juta suara yang tidak masuk (36,7%), bisa jadi karena (1) bersedia memilih, tetapi tidak bisa ikut karena administrasi tidak lengkap semisal tidak punya kartu pemilih; (2) ikut memilih, tetapi suara tidak sah semisal kertas suara rusak; (3) tidak bersedia memilih, karena tidak sesuai keyakinannya (alasan syar’iy) atau mereka bersikap apatis (tidak syar’iy). Bagaimanapun 36,7% suara yang tidak masuk ini merupakan pemenang pemilu, bukan partai Golkar yang hanya memperoleh suara 21%.

“Tidak masuk sistem” yang salah kaprah

Tetapi kita tidak membahas angka-angka hasil penghitungan suara diatas atau kesibukan para politikus melobi kesana-sini untuk bagi-bagi kekuasaan. Tetapi kita mencoba mencermati partai-partai yang bersikap “tidak masuk sistem” dan menjadi oposisi, dengan berbagai alasan semisal tidak memperoleh suara yang signifikan, memperjuangkan demokrasi tidak harus didalam sistem atau kecewa karena terganjal Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) No. 31 Tahun 2004 tentang syarat kesehatan capres & cawapres. Lihat 8 Kata-kata “tidak masuk sistem” ini salah kaprah, karena mereka tetap menempatkan wakil-wakilnya di parlemen. Bahkan PPP menolak berada diluar sistem karena sudah 30 tahun berada diluar sistem, padahal selama 30 tahun lebih mereka mendampingi Golkar didalam parlemen dimasa ORBA.

Dalam sistem sekuler demokrasi kita kenal konsep trias politika, yakni sistem pemerintahan kaki tiga; eksekutif (lembaga pemerintah), yudikatif (lembaga peradilan) dan legislatif (lembaga parlemen). Istilah “kaki tiga” ini mengingatkan saya pada obat kurap terkenal CAP “kaki tiga”, memang sistem sekuler demokrasi adalah sejenis kurap yang harus dibasmi dan digantikan dengan sistem yang bersih dari penyakit, yakni sistem Islam. Tiga kaki mesin politik ini harus ada dalam sebuah sistem sekuler demokrasi, tidak menjadi masalah apakah salah satu mesinnya tidak berfungsi optimal, seperti fungsi legislatif (DPR) dizaman ORBA yang mandul dan dikenal dengan 3D (datang-duduk-diam, atau D yang terakhir bisa diganti dengan Didur/tidur).

Dimanapun negara demokrasi didunia ini pasti akan mempunyai 3 lembaga ini; eksekutif, yudikatif dan legislatif, baik di Barat maupun di Timur. Sehingga kerajaan Arab Saudi dianggap sebagai negara yang tidak demokratis, karena tidak adanya lembaga parlemen (legislatif). Tetapi baru-baru ini, Kerajaan Arab Saudi karena tekanan AS telah bersedia untuk mengadakan pemilu untuk memilih anggota parlemen (legislatif). Jika tidak lengkap, maka ini bukan sistem sekuler demokrasi tetapi sistem teokrasi (kerajaan) semisal Arab Saudi atau sistem otoriter (diktator) semisal Kuba.

Menggunakan istilah “tidak masuk sistem” tentu saja tidak tepat, karena sistem sekuler demokrasi terdiri dari 3 lembaga tadi (eksekutif, yudikatif dan legislatif). Istilah yang tepat adalah “tidak masuk pemerintahan” (eksekutif), karena para politikus itu masih bersedia masuk lembaga parlemen (legislatif) atau mereka masuk salah satu sistem “kaki tiga”.

Pandangan Islam terhadap masuk sistem sekuler

Kita telah memahami bahwa lembaga parlemen (legislatif) adalah bagian dari sistem sekuler demokrasi, sehingga partai-partai yang terlibat menjadi anggota parlemen adalah bagian dari sistem atau mereka sebenarnya “masuk sistem”. Bagaimanakah Islam memandang masalah ini?

Sebuah lembaga parlemen (legislatif) mempunyai 3 kewenangan; (1) fungsi legislasi untuk membuat UU; (2) melantik presiden/wakil presiden; (3) fungsi pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah. Fungsi (1) membuat UU untuk mengatur sistem kehidupan umat dengan menggunakan akal dan hawa nafsu manusia. UU ini bisa jadi sesuai dengan syari’at Islam, tetapi bisa jadi sebagian besar bertentangan dengan syari’at Islam. Tetapi dalam sistem sekuler demokrasi hal ini dibenarkan selama maslahat bagi umat dan mayoritas menyetujuinya. Fakta yang ada mengungkapkan semua itu, pembunuh dan penzina hanya dipenjara sedangkan Islam menghukumi qishash (dihukum mati) bagi pembunuh dan rajam atau cambuk 100 kali bagi penzina. Pengaturan peredaran miras, sedangkan Islam mengharamkan khamr. Pelarangan poligami dengan PP 10, sedangkan Islam menghalalkan poligami. Berpuluh, beratus lagi UU yang bertentangan dengan syari’at Islam, padahal Allah swt dan rasul-Nya melarang dengan tegas berhukum selain dengan hukum Allah swt.

Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (An-Nisaa’ 59).

Maka demi Tuhanmu. Mereka tidak beriman (sebenarnya) sehingga mereka menjadikan kamu hakim untuk memutuskan perselisihan antara mereka. Kemudian mereka tidak merasa dalam hatinya keberatan terhadap putusanmu, dan menerima dengan perasaan lega (An-Nisa’ 65).

Barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang yang kafir (Al-Maidah 44).

Walhasil, masuk sistem dengan fungsi (1) legislasi membuat UU seperti ini diharamkan Allah swt, menentang dan membangkang dengan ketentuan Allah swt serta dengan lancang merampas hak Allah swt sebagai musyarri’ (pembuat hukum). Kecuali jika fungsi legislasinya dihilangkan dan hanya menjalankan fungsi (3) pengawasan, koreksi dan kontrol terhadap pemerintah. Tentu saja, kalau memang dibolehkan!

Banyak ulama telah membahas hal ini dan mengingatkan kita untuk tidak masuk sistem sekuler demokrasi dan hanya berhukum dengan hukum Allah swt saja.

Syaikh Sayyid Quthb menyatakan bahwa tidak boleh bergabung dengan sistem jahiliyah beserta nilai-nilai dan pola pandangnya, tidak dibolehkan merubah nilai-nilai dan pola pandang kita sedikitpun sehingga bertemu dengannya dipertengahan jalan. Lihat 1, hal 25 Tidak dibenarkan kondisi setengah Islam dan setengah jahiliyah, sikap Islam tegas hanya satu kebenaran yakni Islam. Keduanya tidak dapat disatukan ataupun dilebur. Jika bukan syari’at Allah, berarti hawa nafsu. Lihat 1, hal 163 Karena perbedaan mendasar watak manhaj Allah dan manhaj manusia inilah, maka tidak mungkin mempertemukan keduanya dalam satu sistem. Lihat 1, hal 165 Sayyid Quthb juga menyatakan bahwa tidak ada pemegang kekuasaan tertinggi kecuali Allah; tidak ada syari’at (UU) kecuali dari Allah. Lihat 1, hal 30

Syaikh Abul A’la Al-Maududi menasehati agar kita bertekad menahan diri dari membela sistem dan peraturan yang bathil, dan tidak merasa senang terhadap sistem dan peraturan yang bathil itu. Bahkan sebuah organisasi da’wah tidak boleh menerima orang-orang yang menjadi pembela sistem yang bathil itu. Lihat 2, 31-32 Pada saat seseorang telah menjadi bagian dari sistem yang bathil, maka ia telah menjadi pembela dan pemerkuat sistem tersebut. Al-Maududi juga menegaskan bahwa prinsip kemaha-esaan Allah membatalkan konsepsi tentang kedaulatan hukum dan politik dari makhluk manusia, baik secara individual maupun kolektif. Tidak satupun yang mengklaim mempunyai kedaulatan, karena hanya Allah sajalah yang berdaulat dan segala perintah-Nya adalah UU dalam Islam, adalah hukum Islam itu sendiri. Lihat 3, hal 50

Syaikh Ahmad Mahmud memperingatkan bahwa bergabung dengan sistem jahiliyah akan membuat seorang muslim dalam posisi kontradiktif, seorang muslim dituntut untuk memerangi hukum thaghut, maka bagaimana mungkin hal ini dilakukan jika dia turut serta didalam sistem dan mendukung sistem itu? Allah merasa heran dengan orang-orang yang menyatakan bahwa mereka telah beriman, setelah itu ia menerapkan hukum thaghut,

Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang telah mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang telah diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah untuk mengingkari thaghut itu. Dan syaithan bermaksud menyesatkan mereka dengan penyesatan yang sejauh-jauhnya (An-Nisa’ 60).
Lihat 4, hal 152-153

DR. Iyad Hilal menjelaskan fungsi dari majelis perwakilan yakni (1) merumuskan perundang-undangan dan (2) mengoreksi penguasa. Adapun dalam konteks merumuskan perundang-undangan, maka sesungguhnya tidak boleh terlibat didalamnya. Boleh terlibat dalam majelis perwakilan dengan syarat tidak terlibat dalam pembuatan hukum dan hanya terlibat dalam melakukan koreksi terhadap penguasa. Lihat 5, hal 46 & 48

DR. Muhammad Aman bin Ali Jamie mencela orang yang masuk parlemen demi kemaslahatan, bukan karena ingin keluar dari hukum syari’at. Sebab kalau tidak masuk anggota parlemen kita tidak bisa berbuat suatu yang baik untuk kemaslahatan umat Islam. Adalah suatu sikap yang tidak jauh berbeda dari sikap orang-orang munafik disaat berkata,

Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki kecuali kebaikan dan perdamaian yang sempurna (An-Nisa’ 62). Lihat 6, hal 49

Khatimah
1. Sistem sekuler demokrasi terdiri dari 3 perangkat lembaga yang menopangnya, yakni eksekutif (lembaga pemerintah), yudikatif (lembaga peradilan) dan legislatif (lembaga parlemen). Sehingga tidak bisa dikatakan jika tidak terlibat dalam penyusunan komposisi pemerintahan dan menjadi oposisi sebagai sikap “tidak masuk sistem”, karena lembaga parlemen-pun sebetulnya adalah bagian dari sistem sekuler demokrasi.
2. Allah swt merupakan satu-satunya yang mempunyai kedaulatan dalam menetapkan hukum (musyarri’), ini merupakan wujud dari kalimah syahadat Laailahaillallah. Pada saat kita membuat hukum-hukum selain yang telah ditetapkan oleh Allah swt (Al-Quran) dan rasul-Nya (as-sunnah), maka kita telah mencari illah-illah lain selain Allah swt.

Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Isa al-masih putera Maryam (At-Taubah 31).

Wallahua’lam

Maraji’:
1. Petunjuk jalan, Sayyid Quthb, Gema Insani Press, cetakan I
2. Petunjuk juru da’wah, Abul A’la Al-Maududi, Media Da’wah, cetakan III
3. Pokok-pokok pandangan hidup muslim, Abul A’la Al-Maududi, Media Da’wah, cetakan VII
4. Dakwah Islam 2, Ahmad Mahmud, Pustaka Thariqul Izzah, cetakan I
5. Adakah hukum maslahat dalam syari’at Islam, Iyad Hilal, Wahyu Press, cetakan I
6. Demokrasi murni bukan dari ajaran Islam, Muhammad Aman bin Ali Jamie, Titian Ilahi Press, cetakan I
7. http://www.detik.com/, 4 Mei 2004
8. http://www.kpu.go.id/, KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 31 TAHUN 2004TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEMAMPUAN ROHANI DAN JASMANI PASANGAN CALON PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2004

0 comments:

AZHARI

AZHARI

Renungan

KEBERANIANKU TIDAK AKAN MEMPERPENDEK UMURKU

KETAKUTANKU TIDAK AKAN MEMPERPANJANG UMURKU

AKU AKAN TERUS BERJUANG SEMAMPUKU

UNTUK KEBENARAN DAN KEADILAN

HINGGA ALLAH MEMANGGILKU PULANG

ALLAHU AKBAR !



free counters

Pernyataan

Silahkan mengutip artikel di blog ini karena hak cipta hanya milik Allah swt.