Oleh: Azhari
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan (Al-Hadid 25).
Makna keadilan secara syar’iy sesuai surah diatas yakni memutuskan segala sesuatu berdasarkan Allah swt dan rasul-Nya yakni al-Quran dan as-sunnah. Sehingga adil bukan hanya membagi sesuatu sama banyaknya. Adil ketika mengharamkan khamr dan tidak adil mengizinkan menjualnya di Supermarket. Adil ketika menghukum penzina muhshan dengan rajam dan tidak adil menghukumnya di penjara. Adil ketika melarang berlakunya bunga riba dan tidak adil membolehkan bunga riba. Begitu seterusnya.
Sedangkan dzalim secara syar’iy adalah ketika seseorang mempunyai kemampuan untuk menjalankan syari’at Allah swt tetapi tidak dijalankannya, sehingga kedzaliman datang kedunia melalui 3 pintu: (lihat Mahabbah Ilahiyah, Syahhat bin Mahmud Ash-Shawi, hal 228-231)
1. Berhukum kepada selain hukum Allah swt.
Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dzalim (Al-Maidah 45).
Ketika seorang penguasa membawa rakyatnya menghambakan kepada hukum manusia dan mengabaikan hukum Allah swt, maka ia telah berbuat dzalim kepada diri dan rakyatnya. Karena pada dasarnya syari’at Allah swt bisa diterapkan dalam kondisi apapun dan mampu menyelamatkan umat manusia di dunia dan akhirat. Dengan demikian dia telah menuhankan dirinya dan rakyatnya menghambakan diri kepadanya.
2. Menghalangi manusia dari jalan Allah swt.
Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dzalim, (yaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan agar jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat (Al-A’raf 44-45).
Menghalangi manusia dari jalan Allah swt yakni ketika menolak melaksanakan perintah Allah swt atau mencegah manusia melaksanakannya. Mereka tetap menginginkan jalan yang bengkok, bukan jalan Islam yang lurus, dengan demikian mereka dapat memuaskan hawa nafsunya.
3. Melanggar aturan Allah swt.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dzalim (Al-Baqarah 229).
Jika diamati ayat-ayat diatas maka kedzaliman terjadi ketika seseorang mempunyai kekuasaan tetapi dia mengabaikan dijalankannya hukum-hukum Allah swt. Adalah dzalim ketika suami yang menjadi pemimpin keluarga melarang istrinya berjilbab, adalah dzalim ketika penguasa membuat kebijakan yang menyengsarakan rakyatnya karena penguasa adalah pelayan urusan umat (ri’ayatusy-syuun), adalah dzalim ketika penguasa menjalankan hukum-hukum yang bertentangan dengan hukum Allah swt. Sehingga penguasa seperti ini tidak boleh didukung karena tidak ada keta’atan dalam bermaksiat kepada Allah swt.
Tidak ada ketaatan kepada seseorang dalam hal kemaksiatan kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu dalam hal kebaikan (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan An-Nasa’i).
Juga, Rasulullah saw mengancam bahwa yang mendukungnya bukan termasuk dari golongan beliau.
Sesungguhnya Nabi bersabda kepada Ka’ab: “Semoga Allah melindungimu dari pemerintahan yang bodoh” Ka’ab bertanya: “Apakah pemerintahan bodoh itu?” Rasul menjawab: “Mereka adalah para penguasa (pemerintah) yang ada sesudahku. Mereka tidak menjalankan petunjukku, tidak menerangi jalan pemerintahannya dengan sunnahku. Barangsiapa membenarkan kebohongannya dan memberi dukungan atas kezalimannya, maka bukanlah mereka dari golonganku dan aku bukan dari golongan mereka” (HR At-Tirmidzi).
Sehingga jelas sudah bahwa keadilan dan kedzaliman bagaikan minyak dan air, tak mungkin bisa bersatu.
Wallahua’lam
0 comments:
Post a Comment