Oleh: Azhari
Kekisruhan terjadi dalam Pilkada DKI yang akan dilakukan pada 8 Agustus 2007, mulai dari perdebatan perlunya calon independen hingga pendaftaran pemilih. Diperkirakan 22% belum terdaftar sebagai pemilih dari total 5,8 juta calon pemilih potensial (total penduduk DKI 7,9 juta orang), belum lagi sekitar 1,2 juta orang pemilih siluman (pemilih sudah meninggal, mempunyai nama ganda atau masih di bawah umur). Lihat 1 Rendahnya tingkat partisipasi pemilih membuat salah satu partai melalukan demo untuk memaksa KPUD mengundurkan waktu pendaftaran.
Disisi lain ada kekhawatiran bagi pekerja seni (istilah lain untuk pekerja maksiat seperti diskotik, panti pijat dan lokalisasi pelacuran), jika Cagub yang di usung Partai Islam memenangkan Pilkada akan terhalang dalam mencari nafkah. Tetapi sang Cagub dengan tegas menyatakan tidak akan mengusik dan tetap memberi ruang bagi mereka untuk bekerja. Lihat 2 Artinya, siapapun Gubernur yang terpilih kemaksiaatan akan tetap langgeng apapun partai yang diusungnya, sekuler atau Islam sama saja.
Pemilihan langsung kepala daerah oleh rakyat
Kekacauan yang terjadi dalam Pilkada seharusnya dijadikan pelajaran bahwa keputusan menggunakan metode pilkada ini ceroboh dan salah, politik uang (uang mahar), manipulasi data pemilih, demo rakyat atas kekalahan calonnya, pembakaran kantor KPUD, tawuran antar rakyat dan kasus lainnya. Jika terpilihpun para pemimpin ini akan berusaha agar harta miliaran yang terkuras selama kampanye harus kembali, meskipun dengan jalan haram.
Pemilihan langsung ini jelas-jelas bathil dan bertentangan dengan Islam (secara keseluruhan sistem yang di anut juga bathil karena sistem sekuler), Islam menganut pemerintahan yang sentralistik dimana penetapan UU dan pengangkatan pemimpin diputuskan oleh Pemerintah Pusat (Khalifah). Tindakan (af’al) Rasulullah saw dalam mengangkat ’Amir (setingkat Gubernur) didaerah-daerah kekuasaan Islam memperkuat kenyataan bahwa Pilkada langsung ini bertentangan dengan Islam. Rasulullah saw mengangkat ‘Utab bin Usaid sebagai ‘Amir Makkah, Badzan bin Sasan sebagai ‘Amir Yaman, Mu’adz bin Jabal sebagai ‘Amir Jaud, Abu Musa al-‘Asy’ari sebagai ‘Amir Zabid, ‘Amir bin ‘Ash sebagai ‘Amir Oman dan lain-lain. Lihat 3 Hal ini-pun dilanjutkan dengan Khalifah-khalifah penggantinya dengan mengangkat langsung para pemimpin daerah, tidak pernah rakyat setempat dibiarkan memilih langsung pemimpinnya.
Memilih pemimpin yang bermaksiat kepada Allah swt
Seorang pemimpin mempunyai kewajiban mengurus rakyatnya (ri’ayatusy-syuun), agar rakyat memperoleh kemakmuran di dunia dan keselamatan di akhirat nanti. Kemakmuran di dunia berupa kemudahan dalam mencari nafkah sehingga setiap orang terpenuhi kebutuhan pokoknya (sandang-pangan-papan), serta memberikan keamanan, pendidikan dan kesehatan yang baik kepada rakyatnya.
Keselamatan di akhirat dengan memberikan segala kemudahan untuk beribadah, membuat aturan yang mampu menyelamatkan rakyat dari segala macam kemaksiaatan, sanksi yang tegas terhadap pelaku maksiat sehingga membuat mereka jera untuk mengulanginya dan mencegah orang lain melakukan kejahatan yang sama, menutup semua pintu kemaksiaatan sehingga mencegah penggemar maksiat menyalurkan hobinya, menegakkan keadilan dengan perlakuan yang sama antara rakyat dan pejabat atau antara si kaya dan si miskin.
Ketika seorang calon pemimpin jauh-jauh hari sebelum terpilih telah berjanji untuk melanggengkan kemaksiaatan dengan membiarkan diskotik, panti pijat, lokalisasi pelacuran dan berbagai jenis tempat maksiat lainnya, maka orang-orang yang memilih pemimpin tersebut sama saja telah membantu berlangsungnya kemaksiaatan.
Seharusnya, pilihlah pemimpin yang amanah yakni pemimpin yang mempunyai kebijakan sesuai dengan aturan Allah swt dan berjanji tidak akan bermaksiat kepada Allah swt, karena pemimpin seperti inilah yang akan menyelamatkan rakyatnya dari adzab dunia maupun akhirat.
Orang-orang yang keliru dalam memilih pemimpin akan menyesal di akhirat nanti, ketika mengalami adzab di neraka mereka akan mengumpat dengan memohon agar Allah swt memberikan adzab yang lebih berat kepada pemimpinnya itu. Mudah-mudahan kita tidak termasuk orang-orang yang menyesal di akhirat nanti.
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan dalam neraka, mereka berkata: ‘Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada rasul. Dan mereka berkata: ‘Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar (Al-Ahzab 66-68).
Wallahua’lam
Maraji’:
1. http://www.liputan6.com/ (28 Juni 2007): Ribuan Orang Menuntut Pendataan
Pemilih Diulang
2. http://www.perspektif.net/ (18 Mei 2007): Platform Antara Adang dan Dani
3. Negara Islam, Taqiyuddin An-Nabhani
0 comments:
Post a Comment