Oleh:
Azhari
Dalam kitab Al ujubatun nafiatun ‘anil masaailil
waqi’ah karangan Syeikh DR. Abdurrahman Abdul Wahab Al-Farisi dari Kuwait,
menjelaskan beberapa fatwa yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.
Sangat mulia memungut seorang anak, mengasuh, merawat
dan mendidiknya hingga sukses, terutama anak yatim dan orang miskin. Tetapi
status anak tetap sebagai anak adopsi/angkat dan suatu saat harus diberitahu bahwa
mereka bukan anak kandung. Hal ini bertujuan agar sang anak tidak melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan hukum Islam dalam hal nasab, waris dan
perwalian.
Memperlakukan anak adopsi seperti anak kandung dengan
menambah nama Bapak angkat dibelakang namanya dilarang oleh Islam.
Panggilah mereka
(anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka (Al-Ahzab 5).
Siapa-siapa
yang memanggil seseorang kepada yang bukan nama bapaknya, sedangkan dia tahu
bukan bapaknya maka diharamkan kepadanya masuk syurga (HR. Bukhari dan Muslim).
Anak adopsi tidak mempunyai hak waris karena warisan
hanya diberikan kepada ahli waris yang berhubungan nasab dengan pewaris. Untuk
menjamin penghidupannya kelak bisa saja anak adopsi diberikan hibah atau wasiat.
Anak
adopsi yang telah baligh
diperlakukan seorang yang bukan mahram, mereka tidak boleh melihat aurat,
berkhalwat dan bersentuhan dengan orang tuanya.
Jika
anak adopsi seorang wanita maka saat menikah orang tua kandungnya yang berhak
menjadi wali atau keluarga laki-laki yang senasab dengannya, bukan orang tua
angkatnya.
Sangat
penting menjelaskan kepada anak adopsi siapa orang tua kandungnya, sehingga
mereka tahu siapa orang yang senasab dengan dirinya, untuk mencegah mereka
menikah dengan orang-orang yang haram dinikahinya.
Catatan:
Nasab adalah pertalian darah
0 comments:
Post a Comment