Dalam kitab Al-jami’ ash-shahih min ahadits an-nisaa’ (Syarah kumpulan hadits sahih tentang wanita), karangan Syaikh Isham bin Muhammad Asy-Syarif, menjelaskan bebagai hukum tentang wanita.
Dalam Islam wanita sangat dimuliakan, saat masih gadis maka wanita menjadi tanggungan Bapak, baik nafkah, pendidikan maupun perlindungannya. Setelah menikah maka terjadi transfer kepemimpinan dari Bapak kepada suami, semua kewajiban Bapak berpindah tangan kepada suami. Sehingga hukum asal wanita bekerja adalah mubah karena nafkahnya ditanggung oleh Bapak saat gadis dan suami saat menikah.
Begitu juga hukum tentang Safar (perjalanan), tidak boleh wanita bepergian sendirian tanpa didampingi mahramnya. Mahram adalah orang yang tidak boleh dikawini wanita (selain suami), antara lain Bapak, saudara laki-laki, anak laki-laki, paman dan keponakan.
Tidak dibolehkan seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukan perjalanan selama 3 hari, hendaklah bersama bapaknya atau saudaranya atau anak laki-lakinya atau mahramnya (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam beberapa hadits jumlah hari bepergian ini bervariasi antara 1, 2 atau 3 hari, sehingga para ulama berbeda pendapat menentukan jumlah hari lamanya bepergian yang mewajibkan wanita didampingi mahramnya.
Hikmah dari kewajiban mahram mendampingi wanita selama safar adalah untuk melindungi wanita dari kejahatan perampokan, penganiayaan, penculikan, pelecehan seksual, perkosaan bahkan pembunuhan.
Begitu mulia Islam memperlakukan wanita; ditutupi dengan sempurna dengan jilbab, dijamin nafkahnya dan dalam perjalanan-pun harus didampingi. Tidak ada aturan manapun selain Islam yang memperlakukan wanita begitu mulia.
Wallahua'lam
0 comments:
Post a Comment